Jakarta – Jepang dikenal dengan budaya tertib berlalu lintasnya. Pengemudi bus di sana tak hanya mahir menyetir, tapi juga menjunjung tinggi etika berkendara. Ironisnya, pemandangan berbeda kerap ditemui di jalanan Indonesia, di mana masih banyak oknum sopir bus yang ugal-ugalan.

Manuver berbahaya, aksi oleng, mengebut, hingga menggunakan lajur yang tidak sesuai peruntukannya menjadi potret buram yang sering disaksikan. Bahkan, tak jarang ditemukan sopir bus yang merokok di dalam kabin ber-AC, padahal jelas-jelas dilarang.

Lantas, apa yang membuat perbedaan mencolok ini?

Salah satu faktor kunci adalah pendidikan etika berkendara yang komprehensif. Di Jepang, calon pengemudi bus tidak hanya digembleng dengan keterampilan teknis, tetapi juga ditanamkan nilai-nilai kesopanan dan tanggung jawab.

"Pengemudi bus di Jepang itu sangat tertib. Mereka patuh pada rambu, tidak ngebut, dan selalu berhenti di tempat yang sudah ditentukan," ujar Bowo Kristianto, praktisi keselamatan transportasi, dalam sebuah diskusi daring.

Lebih lanjut, Bowo menjelaskan bahwa pengemudi bus di Jepang wajib menghormati penumpang dengan cara mengemudi yang halus dan nyaman. "Tidak ada pengereman mendadak atau akselerasi yang membuat penumpang terhuyung-huyung," tambahnya.

Budaya Disiplin yang Terbentuk dari Penegakan Hukum

Disiplin berlalu lintas di Jepang tidak muncul begitu saja. Bowo mengungkapkan bahwa awalnya, pengemudi "dipaksa" disiplin melalui penegakan hukum yang ketat. Namun, seiring berjalannya waktu, kedisiplinan ini menjadi kebiasaan dan akhirnya membudaya.

"Penegakan hukum itu penting sebagai fondasi. Tapi, yang lebih penting lagi adalah menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab pada diri setiap pengemudi," tegas Bowo.

Selain etika berkendara, pengemudi bus di Jepang juga dituntut untuk bersikap sopan dan santun terhadap penumpang. Menyapa, mengucapkan terima kasih, bahkan membungkuk adalah hal yang lumrah dilakukan. Mereka juga sigap membantu penumpang lansia atau penyandang disabilitas.

Pentingnya Pelatihan dan Sertifikasi yang Ketat

Perbedaan lain terletak pada sistem pelatihan dan sertifikasi pengemudi bus. Di Jepang, prosesnya sangat ketat dan berstandar tinggi. Calon pengemudi harus melewati serangkaian tes yang menguji kemampuan teknis, pengetahuan peraturan lalu lintas, dan pemahaman tentang etika berkendara.

Di Indonesia, standar pelatihan dan sertifikasi pengemudi bus masih perlu ditingkatkan. Banyak pengemudi yang hanya mengandalkan pengalaman, tanpa dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai.

Menuju Budaya Tertib Lalu Lintas di Indonesia

Membangun budaya tertib lalu lintas di Indonesia membutuhkan upaya kolektif dari berbagai pihak. Pemerintah perlu memperketat penegakan hukum, meningkatkan kualitas pelatihan dan sertifikasi pengemudi, serta menggalakkan kampanye keselamatan jalan yang efektif.

Operator bus juga memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang kondusif bagi pengemudi. Memberikan pelatihan yang berkelanjutan, menerapkan sistem reward and punishment yang adil, serta memperhatikan kesejahteraan pengemudi adalah langkah-langkah yang perlu dilakukan.

Yang tak kalah penting adalah kesadaran dari setiap pengemudi untuk selalu mengutamakan keselamatan dan kenyamanan penumpang. Etika berkendara bukan hanya sekadar aturan, tetapi juga cerminan dari profesionalisme dan tanggung jawab sebagai pengemudi. Dengan begitu, jalanan Indonesia akan menjadi lebih aman dan nyaman bagi semua pengguna.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini