Jakarta – Sebuah taksi listrik Xanh SM menabrak bus Transjakarta yang tengah berhenti di Jalan Raya Lenteng Agung, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Kamis (6/3/2025). Insiden ini memicu perdebatan mengenai kesiapan pengemudi taksi listrik, khususnya dalam beradaptasi dengan karakteristik kendaraan yang berbeda dari mobil konvensional.
Kecelakaan yang viral di media sosial ini, menampilkan mobil listrik yang ringsek di bagian depan setelah menabrak bagian belakang bus Transjakarta. Dugaan sementara, pengemudi kehilangan kendali atas kendaraan.
Menanggapi kejadian ini, pengamat keselamatan berkendara menyoroti pentingnya pelatihan dan adaptasi bagi pengemudi yang beralih dari mobil berbahan bakar bensin ke mobil listrik. Perbedaan utama terletak pada akselerasi instan yang dimiliki mobil listrik.
"Perpindahan dari mobil bensin ke mobil listrik membutuhkan adaptasi. Pengemudi tidak bisa serta merta menginjak gas dan rem seperti biasa," ujar pakar keselamatan berkendara, Jumat (7/3/2025).
Adaptasi ini mencakup dua aspek: jangka pendek dan jangka panjang. Dalam jangka pendek, pengemudi harus lebih berhati-hati dalam mengendalikan pedal gas. Teknik dasar ini wajib dikuasai untuk menghindari akselerasi yang tidak terkontrol.
Sementara itu, adaptasi jangka panjang melibatkan pemahaman teknik pengereman yang berbeda, pemanfaatan fitur-fitur keselamatan yang tersedia, penguasaan instrumen dan operasional gear, serta kewaspadaan terhadap bahaya-bahaya eksternal di jalan.
Pakar tersebut menganalogikan proses adaptasi ini seperti peningkatan kemampuan dari mengendarai sepeda ke sepeda motor. Meskipun dasar-dasarnya sama, karakteristik keduanya sangat berbeda dan membutuhkan penyesuaian.
Kehadiran taksi listrik sebagai moda transportasi publik menjadi sebuah terobosan. Namun, kompetensi pengemudi dalam mengoperasikan kendaraan listrik menjadi kunci utama untuk mencegah risiko kecelakaan. Tanpa pelatihan yang memadai, potensi terjadinya insiden serupa akan semakin tinggi.