Jakarta – Kebijakan kontroversial dikeluarkan oleh Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya dengan memperbolehkan penggunaan bahu jalan di Tol Dalam Kota pada jam-jam sibuk tertentu. Langkah ini diambil sebagai upaya mengurai kemacetan parah yang kerap melanda ruas jalan perkotaan, khususnya di sore hari.
Menurut keterangan resmi, bahu jalan hanya boleh digunakan di ruas Semanggi (Km 7) hingga interchange Cawang pada pukul 18.00 hingga 20.00 WIB. Prioritas utama tetap diberikan kepada kendaraan darurat seperti ambulans, pemadam kebakaran, dan kendaraan dinas kepolisian.
Keputusan ini menuai beragam tanggapan. Sebagian pihak menyambut baik sebagai solusi praktis untuk mengatasi kemacetan yang merugikan. Namun, tak sedikit pula yang menyuarakan kekhawatiran terkait potensi risiko keselamatan yang mungkin timbul.
Pengamat transportasi dan keselamatan jalan, Agus Susilo, menyatakan bahwa kebijakan ini ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi, membuka bahu jalan dapat membantu melancarkan arus lalu lintas saat jam padat. Namun, di sisi lain, berpotensi memicu pelanggaran lalu lintas dan meningkatkan risiko kecelakaan jika tidak diawasi dengan ketat.
"Kunci keberhasilan kebijakan ini terletak pada pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang tegas," ujar Agus. "Petugas harus memastikan bahwa pengguna bahu jalan hanya mereka yang benar-benar memerlukannya dan tidak menyalahgunakan fasilitas tersebut."
Lebih lanjut, Agus menekankan pentingnya sosialisasi yang masif kepada masyarakat mengenai aturan penggunaan bahu jalan yang baru. Edukasi mengenai batasan waktu, ruas jalan yang diperbolehkan, dan prioritas kendaraan darurat harus dipahami dengan baik oleh seluruh pengguna jalan.
"Tanpa pemahaman yang baik, kebijakan ini justru dapat menimbulkan kebingungan dan kekacauan di jalan raya," tegasnya.
Kekhawatiran juga datang dari aspek psikologis pengemudi. Pembukaan bahu jalan, meskipun hanya pada jam-jam tertentu, dikhawatirkan dapat menciptakan preseden buruk dan mengubah persepsi masyarakat terhadap fungsi bahu jalan.
"Jika tidak dikelola dengan baik, kebijakan ini dapat menormalisasi pelanggaran dan mendorong pengemudi untuk menggunakan bahu jalan secara sembarangan di luar jam yang diperbolehkan," kata psikolog transportasi, Maya Andini.
Maya menambahkan, penting bagi pemerintah dan kepolisian untuk terus mengkampanyekan pentingnya tertib berlalu lintas dan menghormati aturan yang berlaku. Kebijakan pembukaan bahu jalan harus dilihat sebagai solusi sementara dan tidak boleh menggantikan upaya jangka panjang untuk meningkatkan kualitas infrastruktur transportasi publik.
Sebagai informasi, penggunaan bahu jalan yang tidak sesuai dengan ketentuan dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Pelanggar dapat dikenakan denda hingga Rp 500.000 atau pidana kurungan maksimal dua bulan.
Pertanyaan besar yang kini muncul adalah, apakah pembukaan bahu jalan di Tol Dalam Kota benar-benar mampu mengurai kemacetan tanpa mengorbankan keselamatan? Hanya waktu dan evaluasi yang cermat yang dapat menjawabnya. Yang pasti, pengawasan ketat, sosialisasi yang efektif, dan komitmen dari seluruh pihak menjadi kunci untuk memastikan kebijakan ini tidak menjadi bumerang bagi keselamatan pengguna jalan.