Jakarta – Pasar otomotif Indonesia tengah menghadapi tantangan berat. Penjualan mobil baru diprediksi belum akan menunjukkan pemulihan signifikan hingga tahun depan. Berbagai faktor, mulai dari melemahnya daya beli masyarakat hingga perubahan preferensi konsumen, menjadi penyebab utama lesunya sektor ini.
Ekonom dari sebuah lembaga keuangan terkemuka, Antonius Suryo, mengungkapkan bahwa penurunan daya beli masyarakat kelas menengah menjadi salah satu faktor krusial. Kelompok ini, yang selama ini menjadi motor penggerak penjualan mobil, kini lebih berhati-hati dalam membelanjakan uangnya.
"Kenaikan harga kebutuhan pokok dan stagnasi pendapatan membuat masyarakat kelas menengah berpikir ulang untuk membeli mobil baru. Mereka lebih memilih menunda atau mencari alternatif yang lebih terjangkau," ujar Suryo kepada tim redaksi, Rabu (15/11/2023).
Selain itu, kebijakan pemerintah terkait pajak juga turut mempengaruhi keputusan konsumen. Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen, serta adanya opsen pajak kendaraan bermotor di beberapa daerah, menambah beban biaya yang harus ditanggung pembeli mobil baru.
"Faktor pajak ini jelas membuat harga mobil baru semakin mahal. Masyarakat tentu akan mempertimbangkan matang-matang sebelum memutuskan untuk membeli," lanjut Suryo.
Lebih lanjut, Suryo menyoroti adanya indikasi kejenuhan pasar, terutama pada segmen mobil keluarga (MPV) dan mobil murah ramah lingkungan (LCGC). Model-model yang sebelumnya menjadi primadona, kini menunjukkan penurunan penjualan yang signifikan.
"Konsumen mungkin merasa sudah saatnya mencari alternatif lain. Pilihan yang lebih segar, dengan fitur yang lebih menarik, atau bahkan beralih ke segmen yang berbeda," jelasnya.
Di sisi lain, tren kendaraan ramah lingkungan memang menunjukkan peningkatan. Namun, kontribusinya terhadap total penjualan mobil baru masih relatif kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa adopsi kendaraan listrik atau hybrid masih membutuhkan waktu dan dukungan infrastruktur yang lebih memadai.
Menariknya, di tengah lesunya penjualan mobil baru, pasar mobil bekas justru menunjukkan tren yang menggembirakan. Pembiayaan untuk mobil bekas mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat mulai melirik mobil bekas sebagai alternatif yang lebih ekonomis.
"Fenomena downtrading ini semakin menguatkan indikasi bahwa masyarakat mencari solusi yang lebih terjangkau. Mobil bekas menjadi pilihan yang menarik karena harganya yang lebih rendah dan ketersediaan yang beragam," pungkas Suryo.
Dengan berbagai tantangan yang ada, pasar otomotif Indonesia membutuhkan strategi baru untuk dapat kembali bangkit. Pemerintah, produsen, dan pelaku industri lainnya perlu bekerja sama untuk menciptakan iklim yang kondusif, meningkatkan daya beli masyarakat, dan menawarkan solusi yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan konsumen.