Industri kendaraan listrik (EV) kembali dikejutkan dengan kabar bangkrutnya Nikola Corporation, sebuah perusahaan rintisan yang sempat digadang-gadang sebagai pesaing Tesla. Perusahaan yang berbasis di Phoenix, Arizona ini dikabarkan akan mengajukan perlindungan kebangkrutan dan berencana menjual aset-asetnya.

Kabar ini menjadi pukulan telak bagi industri EV yang tengah berjuang menghadapi berbagai tantangan, mulai dari tingginya suku bunga, biaya produksi yang mahal, hingga permintaan konsumen yang belum sesuai harapan.

"Seperti perusahaan lain di industri kendaraan listrik, kami menghadapi banyak pasar dan faktor makroekonomi yang berdampak pada kemampuan kami untuk beroperasi," ujar CEO Nikola, Steve Girsky, dalam pernyataan resminya. "Sayangnya, upaya terbaik kami belum cukup untuk mengatasi tantangan-tantangan yang signifikan ini."

Nikola, yang mulai mengirimkan truk listrik pertamanya pada Desember 2021, memang mengalami serangkaian masalah. Selain tantangan pendanaan, perusahaan juga sempat tersandung kasus kebakaran yang memaksa mereka melakukan recall. Di tahun 2024, upaya meningkatkan produksi truk hidrogen justru berujung pada kerugian ratusan ribu dolar per unit. Hal ini disebabkan karena operator armada enggan berinvestasi pada truk listrik di tengah tingginya biaya pinjaman.

Gelombang Kebangkrutan Startup EV

Kondisi yang dialami Nikola menambah daftar panjang perusahaan rintisan EV yang tumbang. Sebelumnya, nama-nama seperti Fisker, Proterra, dan Lordstown Motors juga telah mengajukan kebangkrutan akibat kesulitan pendanaan dan lemahnya permintaan.

Fenomena ini mengindikasikan bahwa industri EV, meskipun menjanjikan potensi besar, juga memiliki risiko tinggi. Modal yang besar dibutuhkan untuk riset, pengembangan, dan produksi, sementara persaingan semakin ketat. Suku bunga yang tinggi semakin memperparah situasi, membuat investasi menjadi lebih mahal dan sulit didapatkan.

Nasib Aset dan Operasional Nikola

Meskipun bangkrut, Nikola berencana untuk melanjutkan beberapa operasional, termasuk dukungan terhadap truk yang sudah terjual dan operasional pengisian bahan bakar hidrogen hingga akhir Maret.

Pabrik Nikola di Coolidge, Arizona, yang memiliki kapasitas produksi 2.400 truk per tahun, menjadi salah satu aset yang akan dijual. Nilai aset Nikola diperkirakan mencapai USD 500 juta hingga USD 1 miliar.

Masa Depan Industri EV

Kebangkrutan Nikola menjadi pengingat bahwa keberhasilan di industri EV tidak hanya bergantung pada inovasi teknologi, tetapi juga pada kemampuan untuk mengelola keuangan dan beradaptasi dengan perubahan pasar. Permintaan konsumen yang fluktuatif, biaya produksi yang tinggi, dan persaingan yang ketat menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh para pemain di industri ini.

Meskipun demikian, prospek jangka panjang industri EV tetap cerah. Dengan semakin meningkatnya kesadaran akan pentingnya keberlanjutan dan dukungan pemerintah untuk kendaraan ramah lingkungan, permintaan akan EV diperkirakan akan terus meningkat di masa depan. Namun, hanya perusahaan yang memiliki strategi bisnis yang solid dan mampu beradaptasi dengan cepat yang akan mampu bertahan dan berkembang di pasar yang kompetitif ini.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini