Jakarta – Isu kendaraan dinas berpelat RI menerobos jalur Transjakarta kembali mencuat, memicu perdebatan tentang konsistensi penegakan aturan dan potensi penyalahgunaan wewenang. Meskipun ada pengecualian dalam kondisi tertentu, seperti situasi darurat atau kunjungan kepala negara, toleransi semacam ini dikhawatirkan menjadi preseden buruk.

Direktur Operasional dan Keamanan PT Transjakarta, Daud Joseph, menjelaskan bahwa kendaraan selain bus Transjakarta memang diperbolehkan masuk jalur busway dalam kondisi tertentu. Namun, pendapat ini menuai kritik dari pengamat keselamatan berkendara.

Menurut Sony Susmana dari Safety Defensive Consultant Indonesia, pemberian izin dengan alasan yang tidak terukur berpotensi menimbulkan celah pelanggaran. Ia menekankan bahwa jalur busway dibangun untuk kepentingan mobilitas masyarakat luas dan seharusnya tidak diprioritaskan untuk kepentingan pejabat atau kelompok tertentu.

"Fasilitas jalur bus itu kan dibuat untuk kebutuhan masyarakat, yang lewat pun terbatas. Bukan untuk kepentingan pejabat dan lain-lain," tegas Sony. Ia menambahkan, alasan darurat yang seringkali dijadikan pembenaran sangatlah subjektif dan rentan disalahgunakan.

Sony mencontohkan kasus penggunaan strobo di kendaraan pribadi. Awalnya, strobo diperuntukkan bagi kendaraan prioritas, namun kini marak digunakan oleh masyarakat umum, sehingga fungsinya menjadi bias dan menimbulkan kekacauan.

Isu ini menyoroti pentingnya penegakan hukum yang adil dan konsisten bagi seluruh lapisan masyarakat. Pemberian toleransi yang tidak jelas berpotensi merusak budaya tertib dan membuka peluang bagi penyalahgunaan wewenang. Pemerintah dan aparat penegak hukum diharapkan dapat memberikan contoh yang baik dan memastikan bahwa aturan yang berlaku ditegakkan tanpa pandang bulu. Jika tidak, tujuan awal pembangunan jalur Transjakarta sebagai solusi transportasi publik yang efektif dan efisien akan sulit tercapai.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini