Bogor – Kecelakaan tragis kembali terjadi di Gerbang Tol Ciawi 2, Bogor, Jawa Barat, melibatkan sebuah truk bermuatan galon air yang mengalami rem blong. Insiden mengerikan ini merenggut nyawa 8 orang dan menyebabkan 11 lainnya mengalami luka-luka, memicu sorotan tajam terhadap standar keselamatan transportasi dan pengawasan armada.

Musibah ini menggarisbawahi lemahnya sistem pengawasan terhadap pengemudi truk dan armada, terutama dalam sektor logistik yang sering kali mengandalkan individu daripada menerapkan sistem manajemen keselamatan yang komprehensif. "Banyak pengemudi truk yang seolah-olah bekerja secara independen, padahal ada perusahaan yang harusnya bertanggung jawab penuh atas keselamatan mereka dan orang lain di jalan," ujar seorang pengamat transportasi yang enggan disebutkan namanya.

Kepadatan lalu lintas yang terus meningkat, diperparah dengan kurangnya kesadaran akan potensi bahaya di sekitar gerbang tol, turut memperburuk risiko kecelakaan. "Gerbang tol seharusnya menjadi zona kewaspadaan tinggi. Pengemudi sering kali terdistraksi saat bersiap melakukan tapping, ditambah lagi pengurangan jumlah gerbang yang beroperasi di malam hari meningkatkan potensi kepadatan dan risiko kecelakaan," lanjutnya.

Teknologi, menurutnya, memegang peranan krusial dalam mencegah tragedi serupa terulang. Sistem deteksi dini terhadap kelelahan pengemudi, pemantauan kecepatan, dan kontrol armada secara real-time menjadi kebutuhan mendesak. "Kita tidak bisa lagi mengandalkan pengawasan manual. Manusia tempatnya melakukan kesalahan. Teknologi adalah mitigasi yang wajib diterapkan untuk meminimalisir risiko," tegasnya.

Lebih lanjut, pengamat tersebut menyoroti kompleksitas penanganan kendaraan pengangkut barang cair. "Angkutan barang cair memiliki dinamika unik karena adanya gaya sloshing. Energi dorong yang dihasilkan sangat besar dan sering kali tidak disadari oleh pengemudi."

Pelatihan dan edukasi berkelanjutan mengenai teknik pengereman yang aman dengan muatan cair, termasuk penggunaan gigi rendah untuk mereduksi kecepatan dan daya dorong muatan, harus digalakkan. "Banyak pengemudi yang masih terpaku pada mitos penggunaan gigi tinggi untuk hemat bahan bakar, padahal itu justru membahayakan, terutama di jalanan yang berkontur," jelasnya.

Tragedi Ciawi ini menjadi pengingat pahit akan pentingnya peningkatan kesadaran keselamatan berlalu lintas, penerapan teknologi pengawasan armada, dan edukasi yang komprehensif bagi pengemudi, khususnya pengangkut barang cair. Pemerintah dan perusahaan transportasi harus bersinergi untuk menciptakan sistem transportasi yang lebih aman dan bertanggung jawab demi mencegah jatuhnya korban di masa mendatang.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini