Jakarta – Kecelakaan maut di Gerbang Tol Ciawi 2, yang menewaskan 8 orang dan melukai belasan lainnya akibat truk rem blong, kembali menyoroti kegagalan sistemik dalam pengelolaan transportasi darat di Indonesia. Insiden tragis ini bukan yang pertama, dan menjadi bukti bahwa nyawa masyarakat terus menjadi taruhan akibat lemahnya pengawasan dan penegakan hukum.
Tragedi ini memicu kemarahan dan keputusasaan publik. Bagaimana mungkin kecelakaan serupa terus berulang, seolah tak ada pelajaran yang bisa dipetik? Akar masalahnya bukan sekadar kelalaian pengemudi atau perawatan kendaraan yang buruk. Lebih dari itu, ini adalah cermin dari karut-marut tata kelola logistik nasional yang sudah mengakar sejak lama.
Sorotan tajam kini tertuju pada pemerintah. Masyarakat mempertanyakan komitmen negara dalam menjamin keselamatan di jalan raya. Janji-janji perbaikan seolah hanya menjadi isapan jempol belaka, sementara korban terus berjatuhan.
Pengamat transportasi mendesak adanya tindakan nyata dan terukur dari pemerintah. Perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap regulasi dan implementasi di lapangan. Penegakan hukum harus tegas dan tanpa pandang bulu, menyasar bukan hanya pengemudi, tetapi juga pemilik perusahaan dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam praktik pelanggaran.
Lebih dari itu, koordinasi antar kementerian dan lembaga terkait harus ditingkatkan secara signifikan. Tumpang tindih kewenangan dan ego sektoral selama ini menjadi penghalang utama dalam upaya perbaikan. Presiden sebagai pemimpin tertinggi harus turun tangan langsung untuk mengoordinasikan dan memastikan semua pihak bekerja sama secara efektif.
Salah satu masalah krusial yang perlu segera ditangani adalah keberadaan truk Over Dimension Over Load (ODOL). Praktik ini tidak hanya merusak infrastruktur jalan, tetapi juga menjadi penyebab utama kecelakaan maut. Penghapusan truk ODOL adalah keharusan mutlak, bukan sekadar pilihan.
Namun, upaya penertiban truk ODOL selama ini selalu menemui jalan buntu. Penolakan dari berbagai pihak, terutama dari kalangan industri, menjadi batu sandungan. Pemerintah perlu memiliki keberanian politik untuk mengambil keputusan tegas, demi kepentingan yang lebih besar, yaitu keselamatan nyawa manusia.
Masyarakat berharap, tragedi Ciawi ini menjadi momentum untuk perubahan besar dalam tata kelola transportasi darat di Indonesia. Presiden Prabowo Subianto diharapkan dapat mengambil langkah-langkah konkret dan berani untuk membenahi masalah ini secara menyeluruh.
Salah satu opsi yang diusulkan adalah pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Darurat Keselamatan Transportasi Darat, yang dipimpin oleh unsur TNI. Langkah ini mencontoh keberhasilan penanganan pandemi Covid-19 yang juga melibatkan kekuatan TNI.
Sudah terlalu banyak nyawa yang melayang akibat kelalaian dan ketidakbecusan dalam pengelolaan transportasi darat. Saatnya negara hadir dan melindungi warganya dari ancaman maut di jalan raya. Presiden harus turun tangan!