Lampu sein adalah salah satu komponen penting di kendaraan modern, baik mobil maupun sepeda motor. Lampu sein berfungsi sebagai alat komunikasi kepada pengendara lain di jalan untuk memberitahu arah belok atau pindah jalur. Namun, di Indonesia, lampu sein tidak selalu disebut dengan nama itu. Ada juga yang menyebutnya dengan istilah riting. Bagaimana sejarah lampu sein dan julukan riting di Indonesia?

Menurut beberapa sumber, kata sein berasal dari bahasa Inggris, yaitu sign yang berarti tanda. Kata ini kemudian diserap oleh masyarakat Indonesia dan diucapkan sebagai sein. Adapun kata riting berasal dari bahasa Jawa, yang diserap dari bahasa Belanda, yaitu richting yang berarti arah. Kata riting ini lebih populer di beberapa daerah di Indonesia, seperti Sumatera, Jawa, dan Bali.

Sejarah lampu sein sendiri dimulai pada peralihan abad ke-18, ketika mobil berbahan bakar bensin mulai banyak digunakan karena lebih cepat dan efisien dari tenaga kuda. Namun, penggunaan mobil sering menimbulkan kecelakaan, terutama pada saat di tikungan. Karena itu, para pengemudi mobil mulai menggunakan tangan untuk memberi isyarat kepada pengendara lain tentang arah belok mereka.

Namun, cara ini tidak efektif, terutama pada malam hari atau cuaca buruk. Oleh karena itu, pada tahun 1907, seorang insinyur Amerika bernama Percy Douglas-Hamilton menciptakan lampu sein pertama yang dipasang di mobilnya. Lampu sein ini berupa lampu listrik yang bisa menyala dan padam secara bergantian dengan menekan tombol. Lampu sein ini kemudian dipatenkan oleh Douglas-Hamilton pada tahun 1909.

Lampu sein Douglas-Hamilton ini kemudian menjadi inspirasi bagi produsen mobil lain untuk membuat lampu sein yang lebih canggih dan praktis. Pada tahun 1914, Cadillac menjadi merek mobil pertama yang memasang lampu sein sebagai fitur standar di semua modelnya. Lampu sein ini berupa lampu listrik yang bisa dinyalakan dengan menggerakkan tuas di setir. Lampu sein ini juga bisa berkedip secara otomatis sesuai dengan arah belok.

Pada tahun 1920-an, lampu sein mulai menjadi fitur wajib di semua kendaraan bermotor di Amerika dan Eropa. Lampu sein ini juga mulai berkembang menjadi berbagai bentuk dan warna, seperti bulat, segitiga, atau persegi, dan berwarna putih, kuning, atau merah. Lampu sein ini juga mulai dipasang di bagian depan dan belakang kendaraan untuk memberi isyarat yang lebih jelas.

Di Indonesia, lampu sein mulai dikenal sejak era kolonial Belanda, ketika mobil dan sepeda motor mulai masuk ke tanah air. Lampu sein ini kemudian disebut dengan berbagai nama, seperti lampu sign, lampu sein, lampu sen, atau riting. Nama-nama ini kemudian dipengaruhi oleh bahasa daerah, budaya, dan kebiasaan masyarakat setempat.

Salah satu contoh yang menarik adalah julukan riting yang populer di Bali. Menurut seorang penulis dan budayawan Bali, I Wayan Juniartha, julukan riting ini berasal dari suara lampu sein yang berbunyi "rit-rit-rit". Suara ini kemudian dianggap mirip dengan suara burung riting, yang merupakan nama lokal untuk burung pipit. Oleh karena itu, masyarakat Bali menyebut lampu sein dengan nama riting.

Demikianlah sejarah lampu sein dan julukan riting di Indonesia. Lampu sein adalah salah satu piranti yang penting untuk keselamatan berkendara. Oleh karena itu, kita harus selalu menggunakan lampu sein dengan benar dan sesuai dengan aturan lalu lintas. Jangan sampai kita menyalakan lampu sein kiri tapi belok ke kanan, atau sebaliknya. Juga, jangan lupa untuk mematikan lampu sein setelah selesai belok atau pindah jalur. Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan kita.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini