SIDOARJO – Kecelakaan maut yang melibatkan bus Brimob pengangkut siswa SMAN 1 Porong, Sidoarjo, menewaskan dua orang dan memicu sorotan tajam terhadap praktik penyewaan kendaraan dinas untuk keperluan wisata. Insiden ini bukan hanya mengungkap duka mendalam, namun juga membuka tabir ketidakjelasan perlindungan hukum bagi penumpang yang menggunakan fasilitas negara untuk tujuan komersial.
Fenomena penyewaan bus atau truk milik TNI, Polri, maupun instansi pemerintah lainnya, memang bukan hal baru. Cukup dengan mengetikkan kata kunci "Sewa Bus TNI/Polisi" di mesin pencari, puluhan opsi langsung bermunculan. Harga yang lebih murah seringkali menjadi daya tarik utama bagi masyarakat yang ingin berwisata dengan anggaran terbatas. Namun, di balik kemudahan dan harga miring itu, tersimpan potensi masalah besar terkait keamanan dan perlindungan hukum.
Perbedaan mendasar terletak pada perlindungan asuransi. Bus pariwisata resmi yang mengantongi izin dan laik jalan, secara otomatis memberikan jaminan asuransi dari Jasa Raharja bagi penumpangnya. Ini berarti, jika terjadi kecelakaan, korban akan mendapatkan santunan. Lantas, bagaimana dengan penumpang yang menggunakan bus dinas yang disewakan?
Ketidakpastian inilah yang menjadi perhatian utama para pengamat dan praktisi transportasi. Ketua Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI), Kurnia Lesani Adnan, menegaskan bahwa penyewaan kendaraan dinas untuk keperluan komersial adalah bentuk pelanggaran. "Seharusnya, kendaraan operasional instansi tidak diperuntukkan umum, apalagi disewakan," ujarnya. Ia juga menyoroti kurangnya pengawasan dan penindakan yang tegas terhadap praktik ini, sehingga penyalahgunaan fasilitas negara terus terjadi.
Senada dengan Kurnia, pengamat transportasi Djoko Setijowarno, mempertanyakan ke mana aliran dana sewa bus dinas tersebut. "Sekolah itu pasti bayar, lalu uangnya ke mana? Apakah masuk ke PNBP (penerimaan negara bukan pajak) untuk biaya perawatan? Sepertinya tidak," ujarnya. Menurut Djoko, jika tidak ada mekanisme yang jelas untuk penerimaan negara, penyewaan bus dinas dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan fasilitas negara.
Insiden di Sidoarjo menjadi pengingat yang menyakitkan. Masyarakat perlu lebih cerdas dan selektif dalam memilih moda transportasi untuk berwisata. Memilih bus pariwisata resmi, meski mungkin lebih mahal, adalah investasi untuk keamanan dan perlindungan diri. Di sisi lain, pemerintah juga perlu segera menertibkan praktik penyewaan kendaraan dinas dan memberikan sanksi tegas bagi oknum yang melakukan pelanggaran. Perlindungan terhadap keselamatan dan keamanan penumpang harus menjadi prioritas utama. Jangan sampai, harga murah justru berujung pada malapetaka.