Jakarta – Mobil Low Cost Green Car (LCGC) memang menjadi primadona di Indonesia. Harganya yang ramah di kantong dan konsumsi bahan bakar yang irit, menjadikannya pilihan utama bagi banyak orang yang baru ingin memiliki mobil. Namun, popularitas mobil LCGC ini juga diiringi dengan stigma negatif, yaitu perilaku ugal-ugalan pengemudinya di jalan raya. Mengapa demikian?

Bukan rahasia lagi, banyak pengemudi LCGC adalah para pemula yang baru beralih dari sepeda motor ke mobil. Minimnya pengalaman, ditambah dengan semangat muda yang terkadang kebablasan, seringkali membuat mereka mengemudi dengan gaya yang kurang hati-hati, bahkan agresif. Tak jarang, kita melihat pengemudi LCGC yang menyalip sembarangan, ngebut di jalan, atau bahkan meliuk-liuk seperti sedang mengendarai motor.

Jusri Pulubuhu, seorang pakar keselamatan berkendara, membenarkan fenomena ini. Menurutnya, perpindahan dari motor ke mobil seringkali membuat pengemudi LCGC membawa gaya berkendara motor yang cenderung bebas dan agresif ke jalan raya. Kelincahan motor saat meliuk di jalan, terbawa ketika mengemudikan mobil, yang tentu saja sangat berbahaya.

Selain itu, anggapan bahwa mobil LCGC memiliki performa yang kurang bertenaga juga ikut memperburuk situasi. Beberapa pengemudi, karena merasa mobilnya kurang kencang, mencoba "memaksakan" kecepatan dengan cara yang lebih agresif, sehingga menimbulkan kesan ugal-ugalan. Padahal, bukan performa mobil yang menjadi masalah, melainkan bagaimana pengemudi mampu mengendalikan diri dan mengemudi dengan aman.

Budiyanto, seorang pengamat transportasi, menambahkan bahwa akar masalah sebenarnya adalah kurangnya pemahaman pengemudi akan aturan dan etika berkendara. Ia menekankan bahwa setiap pengguna jalan harus paham dan menerapkan etika yang baik agar tidak menimbulkan kesan arogan atau membahayakan orang lain. Mengemudi agresif bukan hanya melanggar aturan lalu lintas, tetapi juga berpotensi menimbulkan konflik dan kekerasan di jalan.

Penting untuk dipahami bahwa perilaku ugal-ugalan di jalan bukan semata-mata kesalahan mobil LCGC. Ini adalah masalah perilaku dan pemahaman tentang etika berkendara. Sama seperti saat mobil Avanza dan Xenia pertama kali populer, stigma serupa juga sempat melekat pada pengemudinya. Artinya, masalah ini lebih berkaitan dengan transisi gaya berkendara dan kurangnya kesadaran pengemudi akan keselamatan.

Maka, solusinya bukan dengan menyalahkan mobil LCGC, melainkan dengan meningkatkan edukasi dan kesadaran akan keselamatan berkendara. Setiap pengemudi, baik pemula maupun berpengalaman, harus mengutamakan keselamatan diri dan orang lain. Mengemudi dengan sabar, mematuhi aturan lalu lintas, dan menghargai pengguna jalan lain adalah kunci untuk menciptakan jalan raya yang aman dan nyaman bagi semua.

Dengan demikian, stigma "pengemudi LCGC ugal-ugalan" dapat dihilangkan, dan kita bisa menikmati perjalanan dengan aman dan nyaman, apapun jenis mobilnya. Ini bukan soal mobil murah atau mahal, tapi soal etika dan tanggung jawab kita sebagai pengguna jalan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini