JAKARTA – Kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kendaraan niaga seperti bus dan truk kembali menjadi sorotan tajam. Pola kecelakaan yang berulang, dengan penyebab yang seringkali sama, memunculkan pertanyaan mendasar: mengapa hanya sopir yang selalu disalahkan dan dihukum?

Data kecelakaan menunjukkan bahwa faktor kelelahan akibat jam kerja yang tidak manusiawi, penggunaan alkohol atau obat-obatan terlarang, dan kondisi kendaraan yang tidak laik jalan kerap menjadi penyebab utama. Namun, analisis lebih dalam mengungkap bahwa akar masalah tidak hanya terletak pada pengemudi.

"Analisisnya selalu kesalahan sopir. Mengantuk, atau pengaruh alkohol dan obat-obatan. Tetapi tidak ada upaya untuk menanggulangi," kata seorang pengamat transportasi. Ironisnya, pemilik kendaraan, perusahaan angkutan, hingga pemilik barang seolah lepas tangan dari tanggung jawab ini.

Pola kerja sopir yang tidak manusiawi menjadi salah satu pemicu utama. Banyak sopir bus, terutama bus pariwisata, harus bekerja tanpa istirahat yang cukup dan layak. Mereka tidur di kolong bus, dengan jam kerja yang tidak menentu karena rute yang berubah-ubah. Kondisi ini diperparah dengan minimnya pemeriksaan kendaraan (KIR) yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemilik.

"Ini persoalan yang tidak pernah ada yang urus. Padahal tanggung jawab pemilik kendaraan juga," lanjutnya.

Kondisi ini tentu saja menimbulkan ketidakadilan. Mengapa hanya sopir yang harus menanggung semua konsekuensi? Para pengamat transportasi menilai, sistem penanganan kecelakaan kendaraan niaga perlu diubah. Semua pihak, mulai dari perusahaan hingga pemilik barang, harus ikut bertanggung jawab.

"Perlu sistem yang berkeadilan. Semua pihak harus bertanggung jawab menjamin keselamatan di jalan raya," tegas seorang pengamat lainnya. Perusahaan angkutan seharusnya memiliki sistem manajemen operasional yang baik, termasuk memastikan jam kerja dan istirahat sopir terpenuhi. Pemilik barang pun perlu memastikan bahwa kendaraan yang digunakan untuk mengangkut barang mereka dalam kondisi laik jalan.

Masyarakat sipil turut menyuarakan keresahan mereka. Mereka menganggap bahwa kecelakaan berulang ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap kendaraan niaga. Oleh karena itu, perlu adanya langkah-langkah konkret untuk mengatasi masalah ini, mulai dari perbaikan sistem operasional perusahaan angkutan, peningkatan pengawasan kondisi kendaraan, hingga penegakan hukum yang tegas dan adil bagi semua pihak yang terlibat.

Kecelakaan bus dan truk bukan sekadar kecelakaan tunggal. Ini adalah masalah sistemik yang perlu diatasi bersama. Jika tidak, sopir akan terus menjadi tumbal, sementara pemilik kendaraan dan perusahaan angkutan terus melenggang tanpa tanggung jawab.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini