Aksi membuntuti iring-iringan mobil pejabat atau kendaraan prioritas lainnya kian marak terjadi di jalanan Indonesia. Fenomena ini, yang kerap disebut "nebeng" konvoi, bukan hanya menunjukkan ketidakpatuhan terhadap aturan lalu lintas, tetapi juga menyimpan potensi bahaya yang serius. Kasus viral mobil RI 36 yang diikuti kendaraan lain menjadi salah satu contohnya.
Kejadian bermula ketika sebuah video menampilkan mobil Lexus RI 36 yang dikawal polisi. Namun, sorotan publik beralih pada sebuah Toyota Fortuner yang terlihat ikut dalam rombongan tersebut. Banyak yang mengira Fortuner itu bagian dari konvoi. Ternyata, di sebuah persimpangan, Fortuner tersebut malah memisahkan diri, menunjukkan bahwa ia hanya memanfaatkan pengawalan untuk melancarkan perjalanannya.
Taktik "nebeng" konvoi ini bukan hal baru. Pengendara tak segan mengikuti ambulans atau iring-iringan pengawalan lainnya, dengan harapan bisa terhindar dari kemacetan. Padahal, tindakan ini sangat berisiko. Praktisi keselamatan berkendara menegaskan, pengendara yang nekat masuk ke dalam konvoi yang bukan bagiannya sama saja mencari masalah. Konvoi, apalagi yang melibatkan pejabat atau situasi darurat, seringkali bergerak dengan kecepatan tinggi, manuver yang agresif, dan jarak yang rapat. Kondisi ini sangat berbahaya bagi pengendara yang "nebeng" tanpa persiapan dan koordinasi.
Sony Susmana, Director Training Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI), menjelaskan bahwa tindakan "nebeng" konvoi menunjukkan ketidakpedulian terhadap keselamatan. Pengendara yang ikut dalam konvoi tanpa mengetahui tujuan dan urgensinya berpotensi menyebabkan kecelakaan. Perilaku ini seringkali berujung pada serempetan, tabrakan, bahkan konflik antar pengguna jalan.
Contoh nyata dari bahaya aksi ini pernah terjadi di Malaysia. Seorang pengendara yang membuntuti konvoi pengawalan malah menabrak mobil polisi yang melambat. Kejadian tersebut menjadi pelajaran bahwa "nebeng" konvoi tidak menjamin perjalanan lebih lancar, justru dapat mengundang masalah besar.
Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah mengatur prioritas kendaraan di jalan. Sesuai pasal 134, kendaraan yang memiliki hak utama untuk didahulukan meliputi pemadam kebakaran, ambulans, kendaraan pertolongan kecelakaan lalu lintas, kendaraan pimpinan lembaga negara, kendaraan tamu negara, iring-iringan jenazah, serta konvoi untuk kepentingan tertentu. Jelas, kendaraan pribadi yang bukan bagian dari prioritas tersebut tidak memiliki hak untuk ikut serta dalam konvoi.
Fenomena "nebeng" konvoi menjadi cermin kurangnya kesadaran dan kepatuhan masyarakat terhadap aturan lalu lintas. Aksi ini bukan hanya pelanggaran, tetapi juga membahayakan diri sendiri dan pengguna jalan lain. Penting bagi seluruh pengendara untuk memahami aturan prioritas kendaraan dan menahan diri dari tindakan "nebeng" konvoi. Keselamatan di jalan adalah tanggung jawab bersama, dan perilaku yang bertanggung jawab adalah kunci untuk menciptakan lalu lintas yang tertib dan aman.