Jakarta – Surat Izin Mengemudi (SIM) tetap diberlakukan dengan sistem perpanjangan setiap lima tahun sekali. Alih-alih berlaku seumur hidup seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), SIM justru difungsikan sebagai bukti kompetensi pengemudi, bukan sekadar dokumen administrasi. Hal ini ditegaskan oleh Kepala Korps Lalu Lintas Polri (Kakorlantas Polri) Irjen Pol Aan Suhanan, yang menjelaskan bahwa SIM bukan produk administratif.
"SIM itu adalah bukti kompetensi terhadap keterampilan berkendara," ujarnya, menyoroti perbedaan mendasar antara SIM dan KTP. Lebih lanjut, perpanjangan SIM juga berperan penting dalam pembaruan data kepolisian. Perubahan identitas atau alamat pemilik SIM dalam kurun waktu lima tahun menjadi alasan kuat perlunya perpanjangan.
Usulan SIM berlaku seumur hidup juga telah ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 14 September 2023. MK menilai masa berlaku lima tahun penting untuk evaluasi dan pengawasan kondisi kesehatan jasmani dan rohani serta keterampilan pengemudi. Pertimbangan ini didasari pada perubahan kondisi sosial budaya masyarakat.
"Dalam 5 tahun ini, kemungkinan sudah ada berganti identitas alamat dan sebagainya," jelas Aan.
Maka dari itu, masa berlaku SIM selama lima tahun dianggap cukup ideal untuk melakukan evaluasi atas perubahan yang terjadi pada pemegang SIM. Dalam jangka waktu tersebut, perubahan data pribadi, kondisi kesehatan, serta kemampuan berkendara dapat terpantau secara berkala.
Selain masa berlaku, Korlantas Polri juga menerapkan sistem poin pada SIM yang mulai berlaku tahun ini. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Kepolisian Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penerbitan dan Penandaan SIM. Sistem poin ini memberikan sanksi kepada pelanggar lalu lintas berdasarkan tingkat pelanggaran.
Berikut rincian poin pelanggaran:
- 1 Poin: Pelanggaran ringan
- 3 Poin: Pelanggaran sedang
- 5 Poin: Pelanggaran berat
- 10 Poin: Pelanggaran sangat berat
Pelanggaran dengan akumulasi poin tertinggi adalah 12 poin. Sanksi yang diberikan untuk pemilik SIM yang mencapai 12 poin adalah penahanan sementara atau pencabutan sementara SIM. Untuk mendapatkan kembali SIM, pemilik wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan mengemudi.
Lebih lanjut, apabila akumulasi poin pelanggaran mencapai 18 poin, maka SIM akan dicabut permanen berdasarkan putusan pengadilan. Pemilik SIM yang dikenai sanksi ini wajib mengikuti putusan pengadilan dan menjalani masa sanksi. Setelah masa sanksi berakhir, pemilik SIM dapat mengajukan kembali permohonan SIM baru dengan mengikuti prosedur pembuatan SIM, termasuk pendidikan dan pelatihan mengemudi.
Penerapan sistem poin ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran pengendara akan pentingnya tertib lalu lintas dan keselamatan di jalan raya. Selain itu, sistem ini juga berfungsi sebagai alat evaluasi dan pengawasan bagi pihak kepolisian untuk memastikan kompetensi pengemudi. Dengan demikian, SIM bukan hanya sekadar dokumen, tetapi juga cerminan dari kemampuan dan tanggung jawab pengendara di jalan.