Suzuki Katana, sebuah nama yang begitu melekat di benak para penggemar otomotif Tanah Air, khususnya mereka yang tumbuh di era 90-an. Mobil jip mungil ini bukan sekadar kendaraan, tetapi juga sebuah ikon yang menyimpan cerita panjang dan menarik. Katana lahir sebagai versi "ramah kantong" dari Suzuki Jimny, sebuah strategi cerdas yang membuatnya diterima luas di pasar Indonesia.
Lahir dari Keterbatasan, Jadi Idola
Di balik popularitasnya, Katana menyimpan kisah menarik. Awalnya, Suzuki Indonesia memperkenalkan Jimny jangkrik, SUV 4×4 yang kemudian disusul Jimny generasi kedua (SJ410). Namun, kebijakan pemerintah terkait pajak mobil 4×4 membuat harga Jimny menjadi mahal. Inilah yang mendorong Suzuki untuk menghadirkan Katana, versi 4×2 dari Jimny, sebagai solusi alternatif yang lebih terjangkau.
Katana generasi pertama, yang muncul pada tahun 1986, sangat mirip dengan Jimny SJ410. Bentuk atapnya yang rata, lampu depan bulat, dan interior yang sederhana menjadi ciri khasnya. Tak heran, sebagian orang menjulukinya "Jimny banci" karena penggerak rodanya hanya 4×2. Meski begitu, ketangguhan Katana di jalanan tanah dan pedesaan tetap terbukti. Mesin 1.0 liter berkode F10A yang juga digunakan pada Suzuki Carry, dikenal bandel dan mudah perawatannya.
Evolusi Katana: Dari Trepes ke Punuk
Perjalanan Katana tidak berhenti di generasi pertama. Pada tahun 1989, Suzuki melakukan facelift yang cukup signifikan. Lampu depan kotak menggantikan bentuk bulat, tachometer hadir di dasbor, dan transmisi 5-percepatan memberikan pengalaman berkendara yang lebih baik. Yang paling mencolok adalah perubahan bentuk atap menjadi lebih menggembung, bak punuk, yang memberikan ruang kepala lebih lega di kabin.
Perubahan ini juga memunculkan varian Short Wheelbase (SWB) dan Long Wheelbase (LWB), dengan tipe DX, DX Blitz, GX, dan GX Blitz. Namun, pada tahun 1993, desain kembali diperbarui. Atap punuk tetap dipertahankan, tetapi lampu depan kembali ke bentuk bulat. Desain ini bertahan hingga akhir produksi Katana pada tahun 2006.
Fitur Katana juga mengalami peningkatan. Generasi ketiga sudah dilengkapi AC dengan pengaturan sliding, radio tape, dan laci penyimpanan kecil. Tipe GX bahkan memiliki fitur terlengkap, seperti AC, power steering, dan head unit Kenwood. Konfigurasi kursi juga dibedakan, dengan jok belakang berhadap-hadapan pada tipe DX dan menghadap depan pada tipe GX.
LWB "Kalong" dan Kisah di Balik BRI
Di tengah popularitas Katana SWB, terdapat varian LWB yang cukup langka dan menarik, yang lebih dikenal dengan sebutan "Kalong." Versi ini memiliki dimensi lebih panjang, memberikan kapasitas angkut yang lebih besar. Suzuki Jimny LWB awalnya dipersiapkan sebagai kendaraan serbaguna.
Salah satu cerita menarik dari Katana LWB adalah perannya sebagai kendaraan dinas pegawai Bank Rakyat Indonesia (BRI) di daerah-daerah terpencil pada akhir dekade 80-an. Karoseri Adi Putro dari Malang dipercaya untuk merancang bodi Katana LWB agar terlihat lebih proporsional. Katana BRI ini menjadi incaran para kolektor karena tampilannya yang pas dan tangguh.
Meski secara teknis tidak ada perbedaan mendasar pada mesin dan transmisi antara LWB dan SWB, LWB memiliki kelemahan pada bobotnya yang lebih berat sehingga mesin 1.000 cc terasa kurang bertenaga. Alhasil, penjualannya dihentikan pada tahun 1992.
Katana: Ikon yang Tak Lekang Waktu
Meskipun sudah tidak lagi diproduksi, Suzuki Katana tetap memiliki tempat di hati para penggemarnya. Kehadirannya sebagai alternatif terjangkau dari Jimny, ketangguhannya di berbagai medan, serta kemudahan dalam perawatan menjadikannya mobil klasik yang tak lekang oleh waktu. Bahkan, banyak yang memodifikasi Katana mereka, termasuk bekas mobil BRI, menjadi kendaraan offroad dengan performa yang lebih mumpuni.
Katana bukan sekadar mobil, tetapi juga sebuah warisan yang merekam perjalanan sejarah otomotif Indonesia. Cerita tentang "Jimny banci" ini akan terus hidup dalam kenangan para pecinta mobil klasik.