Jakarta – Mercedes-Benz, pabrikan mobil mewah asal Jerman, pernah mencoba peruntungan di segmen city car dengan meluncurkan A-Class W168. Mobil ini hadir dengan konsep inovatif dan diharapkan menjadi solusi untuk kebutuhan mobilitas perkotaan yang efisien. Namun, alih-alih sukses, A-Class W168 justru kurang diminati di pasar Indonesia, bahkan menuai kontroversi di kalangan penggemar Mercedes-Benz.
Awal mula kelahiran A-Class tak lepas dari tantangan yang dihadapi Mercedes-Benz pada era 90-an. Saat itu, mereka merasa perlu melakukan penyegaran model yang terkesan konservatif. Selain itu, tuntutan akan mobil yang ramah lingkungan dan hemat bahan bakar juga semakin menguat. A-Class hadir sebagai jawaban atas kebutuhan tersebut, sebuah alternatif jika mobil-mobil besar kehilangan popularitasnya.
Sebelum A-Class, Mercedes-Benz telah dikenal dengan sedan kompak mewah seperti C-Class dan 190. Namun, mereka melihat adanya celah pasar untuk mobil yang lebih kecil dan praktis. A-Class pun diperkenalkan pada tahun 1997 di Frankfurt Motor Show, buah karya desainer Steve Mattin. Mobil ini dirancang dengan fokus pada efisiensi ruang dan bahan bakar, sesuai dengan regulasi yang ada.
Namun, perjalanan A-Class tidaklah mulus. Mobil ini justru menuai kritik sejak awal kemunculannya. Desainnya yang imut dan membulat, meski dianggap modis, ternyata tidak sesuai dengan ekspektasi penggemar Mercedes-Benz yang terbiasa dengan kemewahan dan kesan elegan. Desain A-Class dianggap terlalu sederhana, mirip dengan city car pada umumnya, dengan kualitas interior dan eksterior yang jauh dari standar merek berlambang bintang tiga itu.
Salah satu ciri khas A-Class generasi pertama adalah konsep "sandwich body". Konsep ini menempatkan mesin di posisi rendah di bagian depan dengan tujuan meningkatkan keselamatan. Saat terjadi tabrakan, mesin akan jatuh ke bawah dan tidak membahayakan penumpang. Konsep ini memang inovatif, tetapi juga membuat perawatan mobil menjadi lebih rumit.
Kontroversi lain yang menimpa A-Class adalah kegagalannya dalam "Moose Test", uji manuver untuk menghindari rintangan. Mobil ini terguling saat melakukan tes zig-zag. Hal ini memaksa Mercedes-Benz untuk melakukan perbaikan suspensi dan menambahkan fitur ESP (Electronic Stability Program) sebagai standar.
Perawatan A-Class juga menjadi masalah bagi pemiliknya. Konsep "sandwich" membuat ruang mesin sangat sempit, sehingga perbaikan seringkali membutuhkan pembongkaran mesin. Biaya perawatannya pun bisa lebih mahal dari model Mercedes-Benz lainnya, padahal performa dan kemewahannya jauh di bawah standar.
Meskipun dilengkapi fitur-fitur seperti airbag, power window, central lock, dan rem ABS, interior A-Class dinilai tidak istimewa. Material yang digunakan terkesan murahan, jauh dari kesan mewah khas Mercedes-Benz. Dashboard dan doortrim menggunakan plastik biasa, tanpa lapisan soft touch atau aksen wood panel.
Mercedes-Benz A-Class W168 hadir dalam beberapa varian, mulai dari A140 Classic hingga A190 Avantgrade. Namun, varian yang paling langka di Indonesia adalah A170 CDI dengan mesin turbo diesel. Performa A-Class juga dinilai biasa saja, dengan tenaga mesin yang hanya berkisar antara 80-100 hp. Banyak pemilik yang mengeluhkan kopling yang keras, suspensi yang kaku, dan setir yang berat. Bahkan, beberapa orang menilai pengalaman berkendara A-Class kalah jauh dibandingkan dengan city car Jepang pada masanya.
Mercedes-Benz A-Class W168 hadir sebagai sebuah inovasi yang mencoba mendobrak tradisi. Namun, di Indonesia, mobil ini justru gagal memenuhi ekspektasi konsumen. Kontroversi desain, masalah perawatan, dan performa yang biasa saja membuat A-Class tidak mampu bersaing di pasar city car Tanah Air. A-Class W168 menjadi pelajaran berharga bagi Mercedes-Benz bahwa tidak semua inovasi akan diterima dengan baik oleh pasar.