Jakarta – Memiliki supercar seperti Lamborghini, Ferrari, atau Aston Martin memang menjadi impian banyak orang. Selain prestise dan performa mesin yang mumpuni, mobil-mobil mewah ini juga menawarkan sensasi berkendara yang tak tertandingi. Namun, di balik kemewahannya, ada biaya kepemilikan yang sangat fantastis, terutama terkait dengan pajak kendaraan bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB).
Di Indonesia, tarif pajak untuk mobil baru tergolong tinggi, terutama untuk kendaraan dengan harga selangit seperti supercar. Berdasarkan data dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta, PKB mobil baru mencapai 2% dari nilai jual kendaraan. Sementara itu, BBN-KB saat pembelian unit baru ditetapkan sebesar 12,5%, setelah mengalami kenaikan dari sebelumnya 10%. Kombinasi kedua jenis pajak ini membuat biaya kepemilikan supercar menjadi sangat mahal.
Mari kita lihat contohnya. Lamborghini Aventador LP770 6.5 Super Veloce Jota (SVJ), varian tertinggi dari keluarga Aventador, memiliki banderol harga mencapai Rp22 miliar. Dengan harga fantastis tersebut, pemilik harus merogoh kocek dalam-dalam untuk membayar pajak. PKB tahunan untuk Aventador SVJ ini mencapai Rp440 juta, sementara BBN-KB saat pembelian mencapai Rp2,75 miliar. Total biaya pajak yang harus dibayarkan dalam satu tahun mencapai Rp3,19 miliar! Angka yang sungguh mencengangkan dan bisa untuk membeli beberapa mobil mewah lainnya.
Lalu, bagaimana dengan model supercar lainnya? Lamborghini Huracan EVO, yang dijual dengan harga sekitar Rp12 miliar, memiliki PKB tahunan sebesar Rp240 juta dan BBN-KB sebesar Rp1,5 miliar. Sementara itu, SUV Lamborghini Urus dengan harga Rp10 miliar, memiliki PKB Rp200 juta dan BBN-KB Rp1,25 miliar. Ferrari 488 Pista, yang dihargai Rp16,5 miliar, pajaknya lebih tinggi lagi, yaitu PKB sebesar Rp330 juta per tahun dan BBN-KB sebesar Rp2,062 miliar. Bahkan, Aston Martin Vantage yang dianggap lebih "ramah" untuk penggunaan harian pun masih memiliki pajak yang signifikan. Dengan harga Rp7 miliar, PKB tahunannya mencapai Rp140 juta, ditambah BBN-KB sebesar Rp875 juta.
Angka-angka ini jelas menunjukkan bahwa memiliki supercar di Indonesia bukan hanya soal kemampuan finansial untuk membeli, tetapi juga kemampuan untuk membayar pajak tahunan yang nilainya bisa setara dengan harga mobil mewah lainnya. Pajak yang tinggi ini memang menjadi salah satu faktor yang membuat supercar hanya bisa dimiliki oleh segelintir orang di Indonesia. Namun, hal ini juga menjadi sumber pendapatan yang signifikan bagi pemerintah daerah.
Kenaikan tarif BBN-KB juga turut memberikan dampak signifikan pada biaya kepemilikan awal supercar. Kenaikan dari 10% menjadi 12,5% mungkin terlihat kecil, tetapi jika dikalikan dengan harga mobil miliaran rupiah, kenaikannya akan terasa sangat besar. Hal ini membuat para calon pembeli supercar harus benar-benar mempertimbangkan aspek pajak selain harga dasar mobil sebelum memutuskan untuk membeli.
Pajak supercar di Indonesia memang tidak main-main. Selain PKB tahunan yang besar, ada juga BBN-KB yang harus dibayarkan saat pembelian. Bagi mereka yang berencana memiliki supercar, penting untuk mempertimbangkan aspek finansial secara matang. Sebab, harga mobil yang fantastis hanyalah awal dari berbagai biaya yang harus ditanggung.