Jakarta – Pemerintah resmi menetapkan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% untuk barang dan jasa kategori mewah, termasuk kendaraan bermotor yang telah dikenakan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Kebijakan ini akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, telah mengkonfirmasi bahwa aturan ini menyasar mobil-mobil yang sebelumnya sudah masuk kategori PPnBM, serta kapal pesiar mewah.
Namun, kenaikan PPN ini tampaknya tidak lantas membuat industri otomotif langsung lesu. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menilai bahwa PPN 12% kemungkinan tidak akan secara signifikan memengaruhi keputusan masyarakat untuk membeli mobil.
"Untuk kendaraan yang harganya di bawah 300 juta itu banyak peminatnya, yang di atas itu ya mereka lain lagi kelasnya. Kenaikan PPN 12 persen ini, kalau dijatuhkan (pembayarannya) kemudian mereka kan belinya kredit, harusnya tidak terlalu berpengaruh," ungkap Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara.
Kukuh menjelaskan bahwa sebagian besar pembelian mobil di Indonesia dilakukan melalui skema kredit, sehingga kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% diperkirakan tidak akan terlalu terasa dampaknya pada konsumen.
Meski demikian, industri otomotif lebih mengkhawatirkan dampak dari kebijakan lain, yaitu opsen bea balik nama dan pajak kendaraan bermotor. Opsen berpotensi mendongkrak harga mobil secara keseluruhan, yang pada akhirnya bisa memicu penurunan minat beli.
"Yang paling berat itu bukan PPN yang 12 persen ya, tapi yang berat adalah opsen," tegas Kukuh.
Selain kebijakan opsen, momen awal tahun 2025 juga diprediksi menjadi tantangan tersendiri bagi penjualan mobil. Bulan Januari dan Februari diperkirakan akan menjadi periode yang berat, mengingat adanya momen puasa dan lebaran yang biasanya berdampak pada penurunan penjualan.
Meski begitu, Gaikindo tetap optimis bahwa kondisi akan kembali membaik setelah periode tersebut, seiring dengan perbaikan kondisi ekonomi.
Dengan demikian, kenaikan PPN 12% untuk mobil mewah memang menjadi salah satu faktor yang perlu diperhatikan, namun bukan satu-satunya penentu dalam dinamika penjualan mobil di Indonesia. Kebijakan opsen dan momentum ekonomi juga memegang peranan penting dalam membentuk lanskap industri otomotif ke depan.