Jakarta – Kelelahan menjadi momok menakutkan di jalan raya. Bukan hanya membahayakan diri sendiri, tapi juga pengguna jalan lain. Pemerintah pun telah mengatur batas waktu mengemudi bagi sopir kendaraan umum demi keselamatan bersama. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan secara tegas mengatur hal ini.
Aturan ini bukan tanpa alasan. Kecelakaan akibat sopir mengantuk atau kelelahan terus terjadi. Contohnya, insiden tabrakan antara mobil pribadi dan truk di kawasan Slipi yang terjadi beberapa waktu lalu menjadi pengingat. Meski tak ada korban jiwa, kerugian materiil yang ditimbulkan tidak sedikit. Investigasi mengungkap bahwa pengemudi mobil pribadi diduga mengantuk menjadi penyebab kecelakaan tersebut.
Pasal 90 ayat (2) UU tersebut menyebutkan bahwa sopir kendaraan umum hanya boleh bekerja maksimal 8 jam sehari. Bahkan, setelah berkendara selama 4 jam berturut-turut, mereka wajib beristirahat minimal 30 menit. Ini adalah waktu krusial untuk memulihkan stamina dan fokus. Dalam kondisi tertentu, seorang sopir boleh bekerja hingga 12 jam sehari, termasuk waktu istirahat selama satu jam.
Namun, perlu digarisbawahi bahwa waktu 12 jam ini bukan aturan baku, melainkan pengecualian untuk kondisi tertentu. Aturan utama tetap pada batas maksimal 8 jam kerja dengan istirahat wajib setelah 4 jam mengemudi. Tujuan aturan ini adalah jelas: memastikan para sopir dalam kondisi prima saat bertugas.
Lalu, bagaimana jika aturan ini dilanggar? Pasal 92 ayat (1) menyebutkan bahwa perusahaan angkutan umum yang tidak mematuhi ketentuan waktu kerja dan istirahat sopir dapat dikenai sanksi administratif. Sanksi ini bisa berupa teguran tertulis, bahkan hingga pencabutan izin usaha. Konsekuensinya tidak main-main, perusahaan bisa rugi besar dan pekerja juga berpotensi kehilangan pekerjaan.
Maka dari itu, perusahaan angkutan umum wajib memperhatikan kesejahteraan dan keselamatan para sopirnya. Jangan sampai mengejar keuntungan semata mengabaikan hak-hak dan kondisi pekerja. Implementasi aturan batas waktu mengemudi ini adalah investasi jangka panjang untuk menciptakan lingkungan berkendara yang lebih aman dan nyaman bagi semua pihak.
Selain perusahaan, para sopir juga harus menyadari pentingnya istirahat yang cukup. Jangan memaksakan diri jika sudah merasa lelah. Ingat, keselamatan diri dan orang lain jauh lebih berharga daripada mengejar target setoran. Dengan mematuhi aturan dan menjaga kondisi fisik, kita semua dapat berkontribusi pada terciptanya lalu lintas yang aman dan berkeselamatan.
Oleh karena itu, mari kita jadikan aturan ini sebagai pedoman dan budaya di jalan raya. Jangan sampai kelelahan menjadi penyebab terjadinya kecelakaan. Kesadaran dari semua pihak, baik perusahaan maupun sopir, adalah kunci untuk mewujudkan transportasi yang aman dan nyaman bagi semua.