JAKARTA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah mempertimbangkan opsi pembatasan akses keluar masuk ibu kota sebagai upaya menekan penyebaran pandemi COVID-19. Meski demikian, penutupan akses ini ditegaskan bukan merupakan lockdown atau karantina wilayah.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus, menyatakan bahwa arahan penyiapan rencana pengamanan telah diterbitkan melalui surat telegram kepada jajaran kepolisian. Rencana tersebut mencakup penutupan akses, bukan hanya di jalan arteri utama, tetapi juga jalan-jalan kecil yang menjadi jalur keluar-masuk Jakarta.
"Ini bukan lockdown, jangan salah mengartikan," ujar Yusri, menekankan bahwa rencana ini berbeda dengan konsep karantina wilayah yang kini ramai diperbincangkan publik. Menurutnya, Polda Metro Jaya saat ini sedang mengumpulkan data dari Polres-polres di seluruh wilayah hukumnya untuk menyusun rencana simulasi pengamanan.
"Kita perlu latihan untuk mengantisipasi berbagai situasi. Ini masih tahap perencanaan, bukan keputusan final," tambahnya.
Rencana pembatasan akses ini muncul di tengah kekhawatiran peningkatan kasus positif COVID-19 yang sangat cepat di Indonesia, khususnya di Jakarta. Pemerintah melihat perlu adanya langkah-langkah yang lebih tegas untuk membatasi pergerakan orang dan potensi penularan virus.
Presiden Joko Widodo dijadwalkan menggelar Rapat Terbatas pada hari Senin (30/3/2020) untuk membahas lebih lanjut opsi pembatasan akses ini. Keputusan akhir akan diambil setelah rapat tersebut, dengan mempertimbangkan berbagai aspek dan dampak yang mungkin timbul.
Penting untuk dicatat, bahwa langkah ini bukan berarti pemerintah mengambil kebijakan lockdown yang sepenuhnya mengisolasi wilayah Jakarta. Pembatasan akses yang dipertimbangkan lebih bersifat pengendalian lalu lintas orang dan kendaraan, dengan tujuan meminimalisir potensi penyebaran virus dari luar ke dalam Jakarta, dan sebaliknya.
COVID-19 telah menjadi perhatian global sejak akhir 2019 dan terus meluas ke berbagai negara. Di Indonesia, kasus pertama dikonfirmasi pada awal Maret 2020, dan dalam kurun waktu yang relatif singkat jumlah kasus positif telah mencapai angka yang mengkhawatirkan. Hingga Minggu (29/3/2020), tercatat lebih dari seribu kasus positif dengan ratusan korban jiwa. Situasi ini menuntut langkah-langkah cepat dan tepat dari pemerintah untuk melindungi masyarakat.