Jakarta – Teknologi keselamatan pada mobil modern, yang seharusnya menjadi tameng pelindung, justru berpotensi menjadi bumerang bagi pengemudi. Fitur-fitur seperti blind-spot detection, lane-keeping assist, hingga pengereman darurat otomatis (Automatic Emergency Braking/AEB), yang dirancang untuk meminimalkan risiko kecelakaan, kerap disalahartikan dan disalahgunakan.

Sebuah studi terbaru mengungkap, banyak pengemudi yang terlalu mengandalkan teknologi canggih ini, tanpa memahami batasan dan cara kerja sebenarnya. Akibatnya, alih-alih meningkatkan keamanan, mereka malah mengemudi dengan gaya yang ceroboh, meningkatkan potensi terjadinya kecelakaan.

"Ironis memang, teknologi yang niatnya baik justru menjadi sumber masalah baru," ujar seorang pengamat keselamatan jalan, saat dihubungi. "Pengemudi jadi terlalu percaya diri dan melupakan prinsip dasar berkendara yang aman."

Penelitian menunjukkan, sebagian besar pengemudi, sekitar 80 persen, yang menggunakan blind-spot monitoring, tidak menyadari bahwa fitur tersebut punya keterbatasan. Mereka mengira sistem ini mampu mendeteksi semua objek, termasuk sepeda, pejalan kaki, atau kendaraan yang melaju dengan kecepatan tinggi. Padahal, fungsinya hanya memantau area blind spot yang tidak terjangkau pandangan mata pengemudi.

Selain itu, lebih dari 40 persen responden mengaku bingung dengan perbedaan antara forward collision warning (peringatan tabrakan depan) dan AEB. Bahkan, sebagian dari mereka tidak tahu bahwa mobil mereka hanya memberikan peringatan, bukan melakukan pengereman otomatis. Lebih parah lagi, satu dari enam orang bahkan tidak sadar bahwa mobilnya sudah dilengkapi dengan AEB.

Kondisi ini diperparah dengan sikap pengemudi yang terlalu percaya diri. Sekitar seperempat responden mengakui mengurangi kewaspadaan saat mengecek area sekitar kendaraan karena merasa sudah cukup terbantu dengan fitur blind-spot monitoring dan rear cross traffic alert. Bahkan, jumlah yang sama juga mengaku lebih santai melakukan aktivitas lain saat mengemudi, karena merasa terbantu oleh forward collision dan lane departure warning system.

"Ini sangat berbahaya. Teknologi bukan berarti kita bisa lepas tanggung jawab," lanjut pengamat tersebut. "Pengemudi harus tetap menjadi pusat kendali dan memahami sepenuhnya bagaimana teknologi tersebut bekerja."

Pendidikan dan sosialisasi mengenai fitur keselamatan kendaraan menjadi sangat krusial. Produsen mobil dan pihak terkait lainnya perlu mengedukasi konsumen secara menyeluruh, agar fitur-fitur canggih ini bisa dimanfaatkan dengan benar dan optimal. Jangan sampai fitur keselamatan yang seharusnya melindungi, justru menjadi pemicu kecelakaan akibat pemahaman yang salah. Pengemudi tetap perlu waspada dan mengutamakan keselamatan diri dan pengguna jalan lainnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini