Jakarta – Kabar kontras datang dari pabrikan mobil listrik asal China, Neta. Di tengah gempuran persaingan kendaraan listrik global, Neta justru mencatatkan performa yang berbeda antara pasar Indonesia dan Thailand. Sementara di Indonesia penjualannya menunjukkan tren positif, Neta justru mengalami kemerosotan di Thailand hingga berujung pada rencana pemutusan hubungan kerja (PHK).
Data wholesales (distribusi pabrik ke dealer) Neta di Indonesia menunjukkan peningkatan signifikan. Periode Januari hingga November 2024, Neta berhasil mendistribusikan 652 unit kendaraan. Puncaknya terjadi pada November 2024 dengan pengiriman mencapai 133 unit. Angka ini jauh melampaui total penjualan wholesales sepanjang tahun 2023, yang hanya mencapai 181 unit. Perlu dicatat, penjualan 2023 baru dimulai pada November hingga Desember.
Kondisi ini mencerminkan penerimaan pasar Indonesia yang semakin baik terhadap mobil listrik, khususnya merek Neta. Ditambah lagi, Neta telah melakukan perakitan lokal di Indonesia melalui kerjasama dengan PT Handal Indonesia Motor, yang tentunya semakin menguatkan posisinya di pasar.
Sebaliknya, kabar pilu datang dari Thailand. Neta dilaporkan mengalami penurunan penjualan yang sangat signifikan, membuat laba perusahaan anjlok. Data menunjukkan, penjualan Neta di Thailand periode Januari hingga November 2024 hanya mencapai 6.534 unit. Angka ini merosot hampir 46% jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Akibatnya, perusahaan induk Neta, Hozon Auto, dikabarkan berencana melakukan efisiensi dengan memangkas sekitar 400 karyawan di Thailand.
Kerugian yang dialami Neta di Thailand juga sangat mencolok. Pada tahun 2023, Neta Auto (Thailand) mencatatkan kerugian bersih sebesar 1,8 miliar baht (sekitar Rp 856 miliar). Padahal, pada tahun sebelumnya, 2022, perusahaan masih mencetak laba sebesar 80,77 juta baht (sekitar Rp 38 miliar). Akumulasi kerugian selama lima tahun terakhir (2019-2023) pun cukup besar, mencapai 1,72 miliar baht (sekitar Rp 818 miliar).
Perbedaan performa Neta antara Indonesia dan Thailand ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti strategi pemasaran yang berbeda, preferensi konsumen, hingga kondisi ekonomi dan kebijakan pemerintah di masing-masing negara. Di Indonesia, tampaknya Neta berhasil menancapkan kukunya di pasar mobil listrik yang sedang berkembang. Sementara di Thailand, Neta tampaknya belum mampu menghadapi tantangan pasar yang lebih kompetitif.
Kondisi ini menjadi catatan penting bagi para pemain industri otomotif, khususnya produsen mobil listrik, bahwa strategi dan adaptasi terhadap kondisi pasar lokal sangat krusial untuk mencapai kesuksesan. Neta di Indonesia mungkin bisa menjadi contoh bagaimana adaptasi yang tepat dapat berbuah manis. Sementara kondisi Neta di Thailand menjadi pengingat bahwa kegagalan adaptasi dapat berakibat fatal bagi bisnis.