Popularitas VW Safari mungkin tak se-masif VW Kodok atau Kombi, namun mobil ini punya tempat tersendiri di hati penggemar otomotif Tanah Air. Julukan "VW Camat" melekat padanya, mengingatkan masa jayanya sebagai kendaraan dinas para pejabat daerah di era 70-an. Tapi tahukah Anda, di balik sosoknya yang unik, tersimpan sejarah panjang dan teknologi otomotif warisan Perang Dunia II?

VW Safari, yang punya nama asli VW 181/182 "Kurierwagen", bukanlah sekadar mobil sipil biasa. Ia lahir dari rahim kendaraan militer tangguh, Volkswagen Kübelwagen, yang menjadi andalan Nazi Jerman di medan perang. Konsepnya sebagai mobil penjelajah serbaguna, serupa dengan Jeep Willys atau Land Rover Seri I dan II, jelas terlihat dari desain dan kemampuannya.

Dari Medan Tempur ke Jalanan Desa

Setelah Perang Dunia II usai, VW diberi lampu hijau untuk memproduksi mobil sipil. Mereka pun memanfaatkan platform Kübelwagen yang telah teruji ketangguhannya. Lahirlah VW Safari, dengan basis mekanis yang sama, namun dirancang untuk kebutuhan sipil. Produksinya berlangsung dalam dua periode: 1969-1972 di Jerman, lalu berlanjut 1972-1980 di Meksiko.

Menariknya, VW tak hanya mencomot satu platform. Mereka memadukan elemen dari beberapa model lain, seperti Beetle, T2 Transporter, dan Karman Ghia. Hasilnya, VW Safari punya karakter unik dengan kaki-kaki Beetle, lantai Karmann Ghia, dan sistem suspensi dari T1.

Penggerak Roda Belakang, Andalan di Medan Berat

Salah satu keunggulan VW Safari adalah konfigurasi mesin belakang dan penggerak roda belakangnya. Posisi mesin ini memberikan beban ekstra pada roda penggerak, menghasilkan traksi maksimal, terutama saat menanjak di jalan tanah berbatu atau medan off-road ringan. Suspensinya pun dirancang dengan jarak main yang panjang, sehingga roda tetap menapak sempurna meski permukaan jalan tak rata.

Di Indonesia, VW Safari menjadi pilihan kendaraan dinas pejabat setingkat camat karena kemampuannya menjangkau daerah-daerah terpencil dengan kondisi jalan yang belum memadai. Popularitasnya semakin meroket karena durabilitasnya yang teruji, perawatannya yang mudah, dan kesamaan komponen dengan VW Beetle.

Mesin Lebih Bertenaga dari VW Kodok

Soal performa, VW Safari sedikit lebih unggul dari VW Kodok. Mesinnya berkapasitas 1.500 cc atau 1.600 cc, sementara VW Kodok hanya 1.300 cc. Keduanya sama-sama menggunakan mesin boxer 4 silinder OHV pendingin udara.

Unibody, Kabin Luas, Lebih Lincah dari Jeep

VW Safari mengadopsi konstruksi unibody atau monokok, yang berarti bodi mobil juga berfungsi sebagai rangka. Hal ini memberikan keuntungan berupa kabin yang lebih luas, karena tidak terhalang sasis seperti pada Jeep. Selain itu, konstruksi monokok juga memberikan pusat gravitasi yang ideal untuk mobil penjelajah, membuatnya lincah di medan berat meski ground clearance-nya tak setinggi Jeep.

Bobot yang lebih ringan, serta desain yang irit material juga membuat VW Safari lebih unggul dari Jeep dalam hal efisiensi bahan bakar dan manuver. Konsep mesin pendingin udara, warisan Kübelwagen, juga terbukti tangguh di berbagai kondisi cuaca. Tak heran, mobil ini dulu menjadi andalan di gurun Afrika maupun Eropa Timur.

Warisan yang Terus Dihargai

VW Safari bukan sekadar mobil tua. Ia adalah saksi sejarah, simbol ketangguhan, dan warisan teknologi otomotif yang terus dihargai hingga kini. Lebih dari sekadar "mobil camat", VW Safari adalah bukti bahwa kendaraan yang lahir dari medan perang pun bisa menjadi ikon di jalanan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini