Jakarta – Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yang seharusnya menjadi solusi bagi pengguna mobil listrik, kini justru menjadi arena baru permasalahan parkir. Fenomena ini bukan hanya melibatkan mobil berbahan bakar minyak (BBM) yang ‘numpang’ parkir, tetapi juga mobil listrik yang kerap kali abai setelah proses pengisian daya selesai.

Sebuah video yang viral di media sosial menunjukkan sebuah mobil Toyota Fortuner terparkir di area SPKLU, padahal jelas terlihat plang informasi yang menunjukkan area tersebut khusus untuk kendaraan listrik. Kejadian ini menjadi potret nyata kurangnya kesadaran sebagian pengguna jalan mengenai fungsi dan peruntukan SPKLU.

"SPKLU itu tempat charging, bukan tempat parkir. Kalau bukan mobil listrik dan tidak sedang mengisi daya, jangan parkir di situ," tulis salah satu akun media sosial yang mengunggah video tersebut.

Ironisnya, permasalahan ini tidak hanya melibatkan pengguna mobil BBM. Sejumlah pemilik mobil listrik juga kerap memanfaatkan SPKLU sebagai tempat parkir, baik saat tidak sedang mengisi daya atau bahkan setelah baterai terisi penuh. Kebiasaan ini menimbulkan kerugian bagi pengguna mobil listrik lain yang benar-benar membutuhkan akses ke SPKLU.

Pengamat otomotif, Yannes Pasaribu dari Institut Teknologi Bandung (ITB), mengungkapkan keprihatinannya terkait perilaku ini. Menurutnya, tindakan tersebut bukan hanya egois, tetapi juga menghambat perkembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia.

"Ini masalah menyebalkan yang mengganggu pengguna BEV yang benar-benar butuh SPKLU. Mobil bensin parkir di SPKLU dan BEV yang selesai mengisi daya tapi tidak segera dipindahkan itu menunjukkan kurangnya kesadaran dan etika," ujarnya.

Pihak penyedia fasilitas SPKLU sendiri sebenarnya telah memberikan solusi notifikasi melalui aplikasi saat pengisian daya telah selesai. Namun, tidak semua pengguna mengindahkan notifikasi tersebut.

"Kami kembangkan notifikasi pengisian sudah selesai di aplikasi. Tapi masalahnya orangnya mau atau tidak," ujar salah satu perwakilan penyedia layanan SPKLU.

Keluhan serupa juga ramai dibicarakan di berbagai grup komunitas mobil listrik. Beberapa pengguna mengeluhkan kesulitan saat ingin melakukan pengisian daya karena SPKLU telah ‘dikuasai’ oleh mobil listrik lain yang tidak sedang charging. Bahkan, ada yang sengaja meninggalkan mobil tercolok di SPKLU meski baterai sudah terisi penuh.

Kondisi ini menyoroti pentingnya edukasi yang lebih intensif terkait penggunaan SPKLU. Tidak bisa hanya mengandalkan kesadaran individu, diperlukan sistem yang lebih baik untuk mengatur penggunaan SPKLU.

"Edukasi yang gencar tentang etika penggunaan SPKLU harus terus dilakukan, dibarengi dengan pengawasan yang lebih ketat dan perlu dipersiapkan penerapan sanksi yang tegas bagi pelanggar," tegas Yannes.

Dengan semakin banyaknya pengguna kendaraan listrik, permasalahan ini harus segera diatasi. Jika tidak, SPKLU yang seharusnya menjadi fasilitas publik yang bermanfaat justru akan menjadi sumber masalah baru di perkotaan. Dibutuhkan sinergi antara pemerintah, penyedia fasilitas SPKLU, dan pengguna kendaraan listrik untuk menciptakan ekosistem kendaraan listrik yang tertib dan nyaman bagi semua pihak.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini