Jakarta – Pemandangan pikap dan truk yang mengangkut penumpang di jalanan, terutama saat musim libur, bukanlah hal baru. Namun, di balik pemandangan yang mungkin dianggap biasa ini, tersimpan risiko besar yang seringkali diabaikan. Kendaraan yang seharusnya mengangkut barang, justru beralih fungsi menjadi moda transportasi massal, sebuah praktik yang sangat berbahaya.
Masyarakat, terutama di daerah terpencil, kerap menjadikan pikap dan truk sebagai alternatif angkutan penumpang karena keterbatasan fasilitas transportasi yang memadai. Namun, perlu dipahami bahwa kendaraan niaga ini sama sekali tidak dirancang untuk membawa manusia. Struktur dan fiturnya sangat berbeda dengan mobil penumpang, yang memang dibuat dengan standar keselamatan khusus untuk melindungi penggunanya.
Salah satu risiko terbesar adalah minimnya perlindungan bagi penumpang di bak terbuka. Berbeda dengan kabin mobil penumpang yang dilengkapi sabuk pengaman dan struktur rangka yang dirancang untuk meredam benturan, bak pikap tidak memiliki fitur keselamatan apapun. Ketika terjadi kecelakaan, penumpang di bak terbuka sangat rentan terlempar dan mengalami cedera parah, bahkan fatal.
Pakar keselamatan transportasi, Budi Santoso, mengungkapkan bahwa mobil niaga pada umumnya tidak lolos uji tabrak (crash test). "Kendaraan niaga ini memang dirancang untuk mengangkut barang, bukan manusia. Banyak yang tidak memiliki fitur keselamatan memadai untuk melindungi penumpang," ujarnya.
Menurut Budi, salah satu perbedaan mendasar antara mobil penumpang dan kendaraan niaga adalah desain bagian depannya. Kebanyakan kendaraan niaga tidak memiliki "bonet" atau area crumple zone, yaitu area yang dirancang untuk menyerap energi benturan saat terjadi kecelakaan. Akibatnya, energi benturan akan langsung diteruskan ke pengemudi dan penumpang.
"Tanpa crumple zone, risiko cedera pengemudi dan penumpang akan jauh lebih tinggi. Mobil penumpang memang dirancang untuk meminimalisir dampak benturan. Di mobil penumpang, ada struktur yang akan melindungi penumpang dari energi benturan, tetapi di kendaraan niaga tidak ada," jelas Budi.
Lebih lanjut, Budi juga menyoroti dilema terkait penambahan fitur keselamatan pada kendaraan niaga. "Di satu sisi, penambahan fitur seperti bonet akan membuat kendaraan lebih aman, tetapi di sisi lain, hal ini dapat mengubah fungsi dan desain kendaraan niaga yang memang dirancang untuk mengangkut barang dengan efisien," katanya.
Perlu diingat bahwa keselamatan adalah hal yang paling utama. Menggunakan kendaraan yang tidak sesuai peruntukannya, apalagi untuk mengangkut penumpang, sama saja dengan mempertaruhkan nyawa. Masyarakat harus lebih sadar akan risiko ini dan mencari alternatif transportasi yang lebih aman. Pemerintah juga perlu hadir dengan menyediakan fasilitas transportasi yang memadai dan terjangkau, terutama di daerah-daerah terpencil, agar praktik berbahaya ini tidak lagi terjadi.