Jakarta – Stigma bahwa asuransi adalah beban finansial tampaknya masih melekat di benak sebagian masyarakat. Padahal, jika dilihat dari sudut pandang yang lebih luas, asuransi justru merupakan wujud tanggung jawab dan perlindungan, bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga keluarga.
Seorang pakar keselamatan berkendara, yang enggan disebut namanya, menjelaskan bahwa asuransi bertindak sebagai jaring pengaman finansial saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. “Bayangkan, jika Anda tidak memiliki asuransi jiwa maupun kendaraan, lalu tiba-tiba mengalami kecelakaan. Biaya perbaikan mobil dan perawatan medis bisa menguras tabungan,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menambahkan, "Belum lagi jika terjadi hal terburuk dan pengendara meninggal dunia, beban finansial yang ditanggung keluarga akan sangat besar. Ini bisa menjadi awal dari kesulitan ekonomi keluarga."
Terkait mahalnya premi asuransi kendaraan, seorang praktisi asuransi yang juga enggan menyebutkan identitasnya, menyoroti kebiasaan berkendara masyarakat yang kurang tertib. "Faktor ‘human error’ masih menjadi penyebab utama kecelakaan dan klaim asuransi. Jika semua pengendara menerapkan prinsip keselamatan berkendara, tentu premi asuransi bisa lebih terjangkau," jelasnya.
Ia pun menambahkan bahwa kesadaran masyarakat dalam berasuransi masih rendah. Menurutnya, membeli asuransi kendaraan seharusnya bukan hanya karena kebutuhan, melainkan karena adanya kesadaran untuk melindungi aset dan juga keluarga. "Ini tentang rasa sayang kita pada kendaraan dan orang-orang terdekat," imbuhnya.
Fenomena ini menggarisbawahi pentingnya pemahaman yang lebih baik tentang manfaat asuransi, bukan hanya sebagai kewajiban, tetapi sebagai langkah proaktif untuk melindungi diri dan keluarga dari risiko finansial akibat kejadian tak terduga. Asuransi bukanlah beban, melainkan investasi untuk masa depan yang lebih aman dan terjamin.