Membeli mobil baru memang impian banyak orang. Namun, di balik kilau cat dan teknologi canggihnya, ada ‘monster’ bernama pajak yang siap menggerogoti dompet. Jangan heran jika harga on the road mobil baru jauh lebih mahal dari harga off the road. Mengapa demikian? Karena komponen pajak yang menyertainya ternyata sangat banyak dan cukup besar.
Pajak kendaraan bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), hingga biaya penerbitan surat-surat kendaraan, semuanya turut andil dalam pembentukan harga mobil baru.
Ragam Pajak, Bikin Harga Mobil Melonjak
Mari kita bedah satu per satu jenis pajak yang harus dibayar:
-
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB): Tarif PKB bervariasi, tergantung pada kepemilikan dan kebijakan daerah. Kepemilikan pertama biasanya dikenakan tarif maksimal 1,2%, sementara kepemilikan kedua dan seterusnya bisa progresif hingga 6%. Namun, di daerah tertentu seperti Jakarta, tarif PKB untuk kepemilikan pertama bisa mencapai 2%.
-
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB): BBNKB juga berbeda-beda, dengan tarif tertinggi 12% di sebagian besar daerah. Namun, ada juga daerah yang menetapkan tarif hingga 20%.
-
Pajak Pertambahan Nilai (PPN): PPN untuk kendaraan bermotor saat ini mencapai 11%, tetapi berpotensi naik menjadi 12%. Kenaikan PPN ini menjadi pukulan telak bagi calon pembeli mobil baru.
-
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM): PPnBM dikenakan pada kendaraan yang dianggap mewah. Tarifnya bervariasi, tergantung pada jenis kendaraan, kapasitas mesin, dan emisi yang dihasilkan. Mobil di segmen low cost green car (LCGC) saja dikenakan PPnBM sebesar 3%, sementara mobil dengan kapasitas mesin lebih besar bisa dikenakan tarif 15% hingga 70%.
-
Biaya Administrasi: Selain pajak, ada juga biaya administrasi untuk penerbitan TNKB, STNK, BPKB, hingga Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ). Biaya ini memang tidak sebesar pajak, tetapi tetap menambah beban pembeli.
Simulasi: Pajak Mobil Hampir Separuh Harga
Untuk memberikan gambaran konkret, mari kita simulasikan perhitungan pajak pada mobil baru, misalnya Toyota Avanza 1.3 E M/T. Dengan Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) Rp 175 juta dan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Rp 183,75 juta, berikut estimasi pajaknya:
- PKB (1,2%): Rp 2.100.000
- BBNKB (12%): Rp 21.000.000
- PPN (12%): Rp 22.050.000
- PPnBM (15%): Rp 27.562.500
- Biaya Administrasi: Rp 818.000
- Opsen Pajak: (Diasumsikan 15%) Rp 15.419.500
Jika ditotal, pajak yang harus ditanggung pembeli Avanza baru ini mencapai Rp 88.950.000. Angka ini nyaris separuh dari harga mobil itu sendiri yang saat ini dijual Rp 239,7 juta.
Pajak Tinggi: Dampak dan Solusi
Pajak yang tinggi ini tentu berdampak pada daya beli masyarakat. Harga mobil yang semakin mahal membuat banyak orang menunda atau bahkan mengurungkan niatnya untuk membeli mobil baru. Selain itu, pajak yang tinggi juga bisa memicu praktik penggelapan pajak atau pembelian mobil secara ilegal.
Pemerintah perlu mempertimbangkan kembali kebijakan perpajakan di sektor otomotif. Jangan sampai pajak yang tinggi justru menghambat pertumbuhan industri otomotif dan membebani masyarakat. Di sisi lain, masyarakat juga perlu lebih bijak dalam mengatur keuangan dan mencari alternatif transportasi yang lebih terjangkau.
Membeli mobil baru memang bukan sekadar memenuhi kebutuhan transportasi, tetapi juga menyiapkan diri untuk menanggung beban pajak yang tidak sedikit. Dengan memahami komponen-komponen pajak yang ada, diharapkan calon pembeli bisa lebih bijak dalam membuat keputusan dan mempersiapkan anggaran dengan lebih matang.