Jakarta, Indonesia – Meski geliat produksi mobil lokal terus bergeliat, impor kendaraan utuh (Completely Built Up/CBU) ke Indonesia masih menunjukkan tren peningkatan. Data terbaru dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengungkap, puluhan merek masih mengandalkan pasokan dari luar negeri untuk memenuhi permintaan pasar domestik.
Dari sekian banyak pabrikan, Toyota menempati posisi puncak sebagai pengimpor mobil terbanyak. Meski dikenal memiliki basis produksi yang kuat di Indonesia, Toyota masih mendatangkan sejumlah model andalannya dari luar negeri, termasuk Corolla Altis, GR Corolla, Camry, GR 86, Voxy, Alphard, Corolla Cross, Land Cruiser, dan Hilux Rangga.
Menariknya, di posisi kedua bercokol BYD, pabrikan asal Tiongkok yang baru mulai mengimpor mobil ke Indonesia pada Juni tahun ini. BYD saat ini memang masih mengandalkan impor untuk semua model yang dijual di Indonesia, seperti Seal, Dolphin, Atto 3, dan M6. Langkah ini diambil mengingat pabrik BYD di Subang baru akan rampung pada akhir 2025 mendatang.
Posisi ketiga ditempati oleh Suzuki. Pabrikan asal Jepang ini masih mengandalkan impor untuk sejumlah model seperti Jimny, S-Presso, Baleno, dan Grand Vitara yang didatangkan dari India dan Jepang. Diikuti oleh Mitsubishi di peringkat keempat, yang mengimpor Triton dari Thailand. Honda melengkapi lima besar dengan impor model-model seperti City, Civic, Civic Type R, Accord, dan CR-V.
Secara keseluruhan, angka impor mobil pada periode Januari hingga November 2024 tercatat mencapai 89.794 unit. Jumlah ini menunjukkan peningkatan tipis dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat 84.550 unit. Angka ini memberi gambaran bahwa pasar Indonesia masih memerlukan pasokan kendaraan dari luar negeri, terutama untuk model-model tertentu yang belum diproduksi secara lokal.
Peningkatan impor mobil ini mengindikasikan beberapa hal. Pertama, permintaan konsumen terhadap model-model tertentu yang belum diproduksi di Indonesia masih tinggi. Kedua, pabrikan mungkin masih mempertimbangkan skala ekonomi sebelum memutuskan untuk memproduksi model-model tersebut secara lokal. Ketiga, ada kemungkinan juga terkait dengan strategi masing-masing pabrikan dalam hal pengadaan dan rantai pasok.
Fenomena ini tentu menjadi perhatian bagi pemerintah dan pelaku industri otomotif. Di satu sisi, impor mobil memang memberikan pilihan yang lebih beragam bagi konsumen. Namun, di sisi lain, impor yang terlalu besar juga bisa berdampak pada neraca perdagangan dan pertumbuhan industri otomotif lokal.
Ke depan, menarik untuk disimak bagaimana strategi para pabrikan dalam menyeimbangkan antara impor dan produksi lokal. Investasi dan pengembangan industri otomotif dalam negeri perlu terus didorong agar Indonesia tidak terlalu bergantung pada impor.