Pemerintah telah memberlakukan kebijakan opsen pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) sesuai dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, ada yang menganggapnya sebagai upaya meringankan beban, sementara sebagian lainnya menilai akan membebani.

Meringankan Pemilik Kendaraan

Pemerintah berdalih bahwa opsen pajak ini diterapkan untuk meringankan beban pemilik kendaraan. Hal ini karena tarif pajak induk, seperti PKB dan BBNKB, diturunkan. Misalnya, tarif PKB maksimal yang sebelumnya 1,75% diturunkan menjadi 1,2%. Dengan begitu, masyarakat diharapkan tidak akan membayar pajak yang terlalu tinggi.

Selain itu, opsen pajak juga memberikan fleksibilitas bagi pemerintah daerah untuk mengelola pendapatan daerah. Daerah-daerah yang membutuhkan tambahan dana bisa mengenakan tarif opsen yang lebih tinggi, sedangkan daerah yang perekonomiannya relatif baik bisa menetapkan tarif yang lebih rendah.

Membebani Masyarakat

Di sisi lain, sebagian masyarakat menilai bahwa kebijakan opsen pajak ini justru akan membebani. Tarif opsen yang ditetapkan sebesar 66% dari besaran pajak induk dinilai terlalu tinggi. Misalnya, untuk kendaraan baru dengan NJKB Rp 300.000.000, PKB yang harus dibayar sebesar Rp 3.000.000, sedangkan opsen PKB mencapai Rp 2.000.000. Artinya, total pajak yang harus dibayarkan menjadi Rp 5.000.000.

Selain itu, kebijakan opsen pajak ini juga dianggap tidak adil bagi pemilik kendaraan yang sudah membayar pajak secara rutin. Sebab, mereka tetap harus membayar opsen pajak meski tidak pernah menunggak pajak sebelumnya.

Potensi Dampak Sosial dan Ekonomi

Kebijakan opsen pajak kendaraan juga berpotensi menimbulkan dampak sosial dan ekonomi. Masyarakat yang terbebani biaya pajak yang tinggi bisa saja menunda pembelian kendaraan baru, sehingga berdampak pada penurunan penjualan kendaraan dan melemahnya industri otomotif. Hal ini pada akhirnya akan berimbas pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Selain itu, kebijakan ini juga dapat memicu praktik-praktik curang, seperti pemalsuan dokumen kepemilikan kendaraan untuk menghindari pembayaran pajak yang lebih tinggi. Hal ini akan merugikan negara dan mengganggu ketertiban administrasi pajak.

Kesimpulan

Kebijakan opsen pajak kendaraan memiliki dampak positif dan negatif. Di satu sisi, kebijakan ini mungkin memberikan fleksibilitas bagi pemerintah daerah dan meringankan beban pemilik kendaraan yang sudah membayar pajak secara rutin. Namun, di sisi lain, kebijakan ini juga berpotensi membebani masyarakat, memicu praktik curang, dan melemahkan industri otomotif. Pemerintah perlu mengkaji ulang kebijakan ini secara komprehensif dan mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat dan perekonomian sebelum memberlakukannya secara luas.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini