Pemerintah berencana menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini akan berdampak signifikan terhadap harga jual mobil, diperkirakan mengalami kenaikan hingga 5%.
"Kenaikan PPN ini akan langsung berdampak pada daya beli masyarakat," ungkap Sri Agung Handayani, Direktur Pemasaran PT Astra Daihatsu Motor.
Simulasi matematis untuk semua model kendaraan menunjukkan bahwa kenaikan PPN akan berpengaruh langsung pada harga jual mobil. Sebagai contoh, segmen mobil murah ramah lingkungan (LCGC) seperti Calya-Agya diperkirakan mengalami kenaikan harga hingga Rp 17 juta.
"Dengan kenaikan PPN, harga mobil LCGC seperti Calya-Agya tembus Rp 200 jutaan," kata seorang wiraniaga Toyota.
Selain PPN, industri otomotif juga akan menghadapi tekanan lain, yaitu perubahan aturan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Perubahan aturan ini memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menambahkan pungutan tambahan atas PKB dan BBNKB yang berlaku pada 5 Januari 2025.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) memprediksi kenaikan harga mobil akibat perubahan aturan pajak tersebut dapat mencapai 20-25%. Konsumen perlu mempersiapkan diri untuk biaya yang lebih tinggi saat membeli mobil di masa mendatang.
Dampak kenaikan PPN dan perubahan aturan pajak kendaraan tidak hanya akan dirasakan oleh konsumen tetapi juga oleh produsen dan dealer mobil. Industri otomotif perlu melakukan penyesuaian strategi penjualan dan pemasaran untuk mengantisipasi penurunan permintaan akibat kenaikan harga.
Pemerintah diharapkan dapat memberikan insentif atau kebijakan pendukung untuk mengimbangi dampak negatif kenaikan pajak terhadap industri otomotif dan daya beli masyarakat. Dengan begitu, industri otomotif dapat tetap berkembang dan memenuhi kebutuhan masyarakat akan kendaraan.