Dalam beberapa pekan terakhir, berita tentang kecelakaan maut yang melibatkan truk kembali menghiasi layar kaca. Dari tabrakan beruntun di Tol Cipularang hingga insiden di lampu merah Slipi, nyawa seakan terus melayang karena truk-truk yang bermasalah.

Ironisnya, akar masalah dari semua tragedi ini tidak hanya terletak pada kondisi kendaraan yang tidak layak, tetapi juga pada sistem yang menjerat sopir dalam siklus berbahaya.

Liberalisasi Tarif: Pemicu Pengabaian Keselamatan

Menurut Djoko Setijowarno, pengamat transportasi, liberalisasi tarif yang berlebihan telah memicu pengabaian standar keselamatan demi efisiensi biaya. Pengusaha angkutan yang tertekan oleh persaingan terpaksa memotong biaya perawatan kendaraan dan gaji sopir.

Akibatnya, kendaraan-kendaraan yang tidak laik beroperasi pun melintas di jalan raya, membahayakan pengguna jalan lainnya. Sementara itu, sopir dipaksa bekerja berjam-jam tanpa istirahat yang cukup demi memenuhi target pengiriman yang ketat.

Sopir Diburu Waktu, Keselamatan Diabaikan

Selain masalah perawatan, sopir truk juga berhadapan dengan tekanan waktu yang sangat berat. Sistem logistik yang tidak efisien memaksa mereka untuk mengantar barang dalam waktu singkat, sehingga mereka mengabaikan keselamatan demi memenuhi tenggat waktu.

Ketiadaan tempat istirahat yang layak semakin memperburuk keadaan. Sopir sering kali terpaksa beristirahat di tempat-tempat yang tidak aman atau kotor, yang justru dapat meningkatkan risiko kecelakaan.

Tanggung Jawab Negara yang Terabaikan

Dalam situasi seperti ini, tanggung jawab negara menjadi sangat penting. Negara memiliki kewajiban untuk memastikan keselamatan warganya di jalan raya, termasuk dengan menyediakan infrastruktur yang memadai dan menegakkan peraturan.

Namun, selama ini pemerintah dinilai belum memberikan perhatian serius terhadap masalah keselamatan angkutan barang. Tempat istirahat yang layak, terminal angkutan barang modern, dan sekolah mengemudi yang berkualitas masih sangat minim.

Kesimpulan

Bencana di jalan raya yang disebabkan oleh truk tidak dapat terus dibiarkan. Pemerintah, pengusaha angkutan, dan masyarakat harus bekerja sama untuk mencari solusi yang komprehensif.

Liberalisasi tarif yang berlebihan harus dikendalikan, standar keselamatan harus ditingkatkan, dan sopir harus diberikan gaji yang layak dan waktu istirahat yang cukup. Selain itu, infrastruktur seperti tempat istirahat yang nyaman dan terminal angkutan barang modern sangat dibutuhkan.

Dengan mengatasi masalah sistemik ini, kita dapat memutus siklus berbahaya yang telah menjadikan truk sebagai pembunuh massal di jalan raya. Nyawa warga negara kita jauh lebih berharga untuk dikorbankan karena kelalaian dan keserakahan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini