Jakarta, – Kecelakaan maut yang melibatkan truk kembali terjadi di ibu kota. Kali ini, sebuah truk tronton menewaskan dua orang di lampu merah Slipi, Jakarta Barat. Investigasi polisi mengungkap bahwa penyebab utama tragedi ini adalah sopir yang mengantuk.
Mengantuk saat berkendara bukanlah hal baru. Praktisinya menyebutnya sebagai "silent killer" karena sering kali datang tanpa disadari. Sony Susmana, Director Training Safety Defensive Consultant (SDCI), menjelaskan bahwa mengantuk terjadi ketika kemampuan respons pengemudi melemah, pandangan kabur, dan tubuh terasa pegal.
Sony menekankan bahwa kunci utama mengatasi kantuk di jalan adalah istirahat. "Masalahnya, banyak yang mengabaikan gejala-gejala awal dan memaksakan diri," ujarnya.
Kelelahan kerja (fatigue) menjadi faktor manusia yang paling sering berkontribusi pada kecelakaan lalu lintas. Bagi pengemudi, mengemudi membutuhkan konsentrasi tinggi dan koordinasi yang tepat antara otak, tangan, kaki, dan mata. Ketika tubuh lelah, kemampuan ini akan menurun drastis.
Untuk mencegah fatigue, Djoko Setijowarno, pengamat transportasi, menyarankan pengemudi untuk memiliki waktu istirahat yang cukup. "Lama tidur normal untuk orang dewasa adalah 6-8 jam per hari," katanya. "Setiap siklus tidur yang terdiri dari fase NREM dan REM sangat penting dalam mengembalikan kesegaran tubuh."
Peraturan perundang-undangan di Indonesia, khususnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, memang belum mengatur secara komprehensif mengenai waktu kerja dan istirahat pengemudi non-umum. Namun, demi keselamatan, perusahaan wajib memastikan bahwa pengemudi mereka mendapatkan istirahat yang cukup.
Kecelakaan maut di Slipi seharusnya menjadi pengingat bagi kita semua, khususnya bagi pengemudi. Mengantuk adalah musuh di balik setir yang dapat merenggut nyawa dalam sekejap. Sadari gejala-gejala awal dan jangan pernah sepelekan. Pastikan untuk selalu beristirahat jika merasa lelah, demi keselamatan diri sendiri dan orang lain di jalan raya.