Pemerintah Indonesia berencana untuk menerapkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) pada tahun depan. Kebijakan ini dikhawatirkan berdampak negatif pada daya beli masyarakat dan industri otomotif nasional.
Menurut pakar otomotif, kenaikan pajak akan membuat harga mobil naik. Hal ini akan mengurangi minat konsumen untuk membeli kendaraan baru, sehingga berdampak pada penurunan penjualan dan pelemahan daya beli. Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Yohannes Nangoi, memperkirakan kenaikan PPN akan menaikkan harga mobil Rp 200 juta sekitar Rp 2 juta, sementara kenaikan BBNKB bisa memicu kenaikan harga hingga Rp 12 juta untuk mobil dengan harga yang sama.
"Ini sangat berdampak. Tapi yang lebih berat buat kami, melihat kenaikan daripada (Undang-Undang) Nomor 1 Tahun 2022 mengenai BBNKB, karena itu kenaikannya sangat tinggi," kata Nangoi.
Pemerintah sendiri menyadari dampak kenaikan pajak ini dan tengah menyiapkan sejumlah stimulus untuk mendorong daya beli. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut insentif seperti PPnBM DTP masih akan diterapkan untuk meringankan beban konsumen.
"Kita bahas besarannya seperti apa, dari PPN 12 persen, dari bea balik namanya berapa persen, nanti kita rumuskan dalam suatu stimulus yang lebih komprehensif," ujar Agus.
Namun, pengamat menilai bahwa kenaikan pajak tetap akan memukul industri otomotif dan menghambat pemulihan ekonomi.
"Pemerintah harus mengkaji ulang rencana kenaikan pajak ini. Jangan sampai kebijakan ini justru mematikan industri otomotif yang notabene menjadi salah satu penggerak ekonomi nasional," ujar pengamat otomotif sekaligus CEO PT Indigo Mobil Indonesia, Henry Tanoto.