Kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 mendatang mendapat respons dari pelaku industri otomotif. Kenaikan PPN ini diproyeksikan bakal berdampak negatif pada penjualan kendaraan bermotor di Indonesia.
Menurut Chief Marketing and Sales Officer Astra Credit Companies (ACC), Tan Chian Hok, kenaikan PPN akan menambah biaya produksi kendaraan, sehingga berimbas pada kenaikan harga jual. "Ya, pasti menaikkan harga, ya. Tapi kalo soal market mungkin problem-nya musti di Gaikindo ya. Tapi paling tidak (imbas kenaikan PPN) menambah pricing, menambah harga jual ya, pasti dari 11 persen ke 12 persen pasti nambah ya," kata Ahok.
Selain kenaikan harga, penurunan pasar mobil di Indonesia pada tahun 2024 juga menjadi tantangan tersendiri. Gaikindo telah merevisi target penjualan mereka di tahun ini, dari 1,1 juta unit menjadi sekitar 850 ribu unit. Penurunan penjualan mobil ini disebabkan oleh daya beli masyarakat yang lesu dan banyaknya kegiatan politik pada awal tahun.
Terkait daya beli masyarakat, Ahok optimis akan ada peningkatan seiring berakhirnya tahun politik. "Kalau daya beli, kita bicara ekonomi mikro dan makro ya, itu kan tergantung kucuran dari dana pemerintah ya. Mestinya sih ya kita optimis lah daya beli akan meningkat, karena tahun politiknya kan udah lewat," ujar Ahok.
Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa kenaikan PPN 12 persen merupakan upaya menjaga kesehatan APBN. Namun, ia mengklaim pemerintah telah memberikan berbagai keringanan pajak untuk meringankan beban masyarakat. "Sebetulnya ada loh dan memang banyak, kalau kita hitung, nanti teman-teman pajak yang hitung, banyak sekali bisa sampaikan detail tentang fasilitas untuk dinolkan atau dibebaskan, atau mendapatkan tarif lebih rendah 5 persen, 7 persen itu ada dalam aturan tersebut," jelas Sri Mulyani.
Meski pemerintah memberikan keringanan pajak, kenaikan PPN tetap menjadi momok bagi industri otomotif. Ekonom senior dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, menilai kebijakan ini terlalu dini diterapkan saat kondisi perekonomian belum sepenuhnya pulih. "Kenaikan PPN 12 persen ini terlalu dini diterapkan. Ekonomi kita belum pulih, daya beli masyarakat masih lemah. Ini akan memukul industri otomotif dan memperlambat pemulihan ekonomi," kata Faisal Basri.
Untuk mengatasi dampak negatif dari kenaikan PPN, pelaku industri otomotif diharapkan dapat melakukan inovasi dan meningkatkan efisiensi produksi. Selain itu, pemerintah perlu memberikan stimulus yang tepat sasaran agar pasar otomotif tetap tumbuh dan berkontribusi positif pada perekonomian.