Jakarta – Kabar pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen pada Januari 2025 membuat industri otomotif ketar-ketir. Pasalnya, kebijakan ini berpotensi menghambat pertumbuhan penjualan mobil di Tanah Air.
Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan bahwa sepanjang Januari-Oktober 2024, penjualan mobil mengalami perlambatan sebesar 15,05 persen secara tahunan. Dengan adanya PPN 12 persen, penjualan diperkirakan akan semakin lesu.
Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi mengungkapkan kekhawatirannya. Ia mengatakan bahwa kenaikan PPN akan membuat harga mobil semakin mahal, sehingga mengurangi minat masyarakat untuk membeli.
"Kenaikan PPN 12 persen akan berdampak signifikan terhadap penjualan mobil. Harga mobil akan naik sekitar 6-8 persen, dan ini akan mengurangi daya beli masyarakat," ujar Nangoi dalam keterangan resminya.
Selain harga yang mahal, kebijakan PPN 12 persen juga akan membebani para pelaku bisnis otomotif. Sebab, mereka harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membayar pajak tersebut.
Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Otomotif Indonesia (Asiop) Hari Budianto menambahkan, kenaikan PPN akan mengganggu proses pemulihan industri otomotif yang sedang terdampak pandemi COVID-19.
"Industri otomotif baru saja mulai pulih dari pandemi. Jika PPN 12 persen diberlakukan, maka proses pemulihan akan terganggu," kata Hari.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa kenaikan PPN 12 persen merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara. Namun, ia juga memahami kekhawatiran dari industri otomotif.
"Kami akan mempertimbangkan masukan dari industri otomotif. Kami ingin memastikan bahwa kebijakan ini tidak akan menghambat pertumbuhan ekonomi," ujar Sri Mulyani.
Berdasarkan kondisi tersebut, industri otomotif berharap pemerintah mempertimbangkan kembali rencana pemberlakuan PPN 12 persen. Mereka meminta pemerintah mencari sumber penerimaan negara lain yang tidak memberatkan masyarakat dan pelaku usaha.