Dalam kondisi hujan deras, visibilitas pengemudi berkurang drastis sehingga meningkatkan risiko kecelakaan. Banyak pengemudi mengaktifkan lampu hazard saat hujan lebat, namun apakah tindakan ini benar?
Aturan Pengaktifan Lampu Hazard
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) tidak secara spesifik mengatur penggunaan lampu hazard saat hujan. Namun, Pasal 121 ayat 1 UU LLAJ menyatakan bahwa lampu hazard digunakan sebagai isyarat peringatan bahaya saat kendaraan berhenti atau parkir dalam keadaan darurat.
Kondisi Darurat
Menurut Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI) Sony Susmana, hujan deras yang membatasi daya pandang dapat dikategorikan sebagai kondisi darurat. Pengemudi boleh mengaktifkan lampu hazard, tetapi dengan beberapa catatan:
- Kendaraan berada di lajur kiri.
- Kecepatan kendaraan di bawah 60 km/jam atau sesuai jarak pandang.
- Tujuannya adalah berhenti atau menunggu kondisi cuaca membaik.
Pertimbangan lain
Oltre alla norma, penting juga mempertimbangkan faktor keselamatan dan kepraktisan. Jika daya pandang tidak terlalu buruk, cukup menyalakan lampu utama dan berjalan di lajur tengah. Sebaliknya, jika hujan sangat lebat dan jarak pandang sangat terbatas, lampu hazard dapat membantu meningkatkan kewaspadaan kendaraan lain.
Efektivitas Lampu Hazard
Fungsi utama lampu hazard bukanlah untuk membantu penglihatan, melainkan memberikan informasi darurat kepada pengguna jalan lain. Namun, dalam kondisi hujan lebat, lampu hazard dapat membantu menarik perhatian pengemudi lain, terutama dari belakang.
Kesimpulan
Pengaktifan lampu hazard saat hujan deras dapat dilakukan dalam kondisi darurat dengan mempertimbangkan aturan dan faktor keselamatan. Namun, pengemudi tetap harus berhati-hati dan tidak menyalakan lampu hazard berlebihan, karena dapat mengganggu pengguna jalan lain.