Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menerapkan tarif pajak progresif baru untuk kendaraan bermotor (PKB) kepemilikan kedua dan hingga kelima, tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) No. 1 Tahun 2024. Kenaikan pajak ini bertujuan untuk mengurangi kemacetan lalu lintas di ibu kota.
Namun, apakah kebijakan ini efektif dalam mengurangi kemacetan? Jawabannya tidak sesederhana kelihatannya.
Perspektif Berbeda
Beberapa ahli mendukung kebijakan ini, dengan alasan bahwa pajak yang lebih tinggi akan membuat masyarakat berpikir dua kali sebelum membeli mobil kedua atau lebih. Hal ini berpotensi mengurangi jumlah kendaraan di jalan dan mengurangi kemacetan.
Namun, ada pula yang berpendapat bahwa kenaikan pajak tidak akan berdampak signifikan pada kepemilikan mobil. Bagi masyarakat yang mampu, mereka akan tetap membeli kendaraan sebanyak yang mereka perlukan. Alih-alih mengurangi kemacetan, justru akan menambah beban finansial mereka.
Insentif yang Kurang
Selain kenaikan pajak, pemerintah juga perlu memberikan insentif bagi masyarakat untuk beralih ke moda transportasi alternatif. Sayangnya, infrastruktur transportasi publik di Jakarta masih belum memadai. Hal ini membuat masyarakat enggan meninggalkan kendaraan pribadi mereka.
Pemerintah perlu berinvestasi lebih banyak dalam pengembangan transportasi publik yang andal, nyaman, dan terjangkau. Dengan menyediakan alternatif yang layak, masyarakat akan lebih terdorong untuk beralih dari kendaraan pribadi.
Aspek Sosial dan Ekonomi
Kenaikan pajak progresif PKB juga dapat berdampak sosial dan ekonomi. Bagi masyarakat berpenghasilan rendah, kebijakan ini dapat memberatkan. Mereka mungkin dipaksa untuk menjual kendaraan kedua mereka, yang dapat memengaruhi mata pencaharian mereka dan akses terhadap fasilitas penting.
Selain itu, kenaikan pajak ini dapat berdampak negatif pada industri otomotif. Penjualan mobil yang menurun akan berdampak pada lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi.
Kesimpulan
Efektivitas tarif pajak progresif PKB dalam mengurangi kemacetan lalu lintas di Jakarta masih menjadi perdebatan. Meskipun pajak yang lebih tinggi dapat mengurangi kepemilikan mobil pada tingkat tertentu, namun diperlukan pendekatan yang komprehensif yang mencakup insentif transportasi publik, peningkatan infrastruktur, dan solusi berbasis teknologi.
Pemerintah perlu mempertimbangkan dengan cermat dampak sosial dan ekonomi dari kebijakan ini sebelum menerapkannya. Pendekatan yang seimbang akan diperlukan untuk mengatasi masalah kemacetan di Jakarta sambil meminimalkan konsekuensi negatif.