Peristiwa tragis di Jalan Hasyim Asyari, Tangerang, di mana sebuah truk boks besar menabrak sejumlah kendaraan dan melarikan diri secara ceroboh, menyoroti pentingnya berkendara secara defensif untuk mencegah kecelakaan.
Dalam situasi seperti ini, pengemudi harus memiliki kemampuan untuk mengantisipasi potensi bahaya dengan meningkatkan kepekaan dan keterampilan mereka. Menurut Jusri Pulubuhu, Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), kunci untuk menghindari pengemudi ceroboh adalah mengembangkan "radar" melalui pemantauan berkala pada kaca spion belakang.
"Pengemudi perlu melatih diri untuk memeriksa kaca spion setiap 5-8 detik untuk mendeteksi kendaraan yang mendekat atau berperilaku tidak terduga," jelas Jusri.
Selain itu, pengemudi harus memahami apa yang mereka lihat dan mengembangkan kesadaran situasional. Ini berbeda dari sekadar melihat; pengemudi perlu memproses informasi dan memprediksi potensi bahaya.
Konsep "lingkaran aman" atau "safety zone" juga sangat penting. Ini adalah lingkaran imajiner di sekitar kendaraan yang harus dijaga agar tetap aman. Jika kendaraan lain mendekati atau berperilaku membahayakan, pengemudi harus siap untuk menghindar atau membunyikan klakson.
Jarak aman antara kendaraan bervariasi tergantung pada kecepatan dan situasi. Jusri menyarankan jarak 50 cm hingga 1 meter untuk mobil dan motor, dan hingga 2 meter untuk kecepatan tinggi.
Mengemudi defensif juga bergantung pada pengalaman dan pertimbangan individu. Pengemudi harus menilai situasi dengan cermat dan membuat keputusan berdasarkan kondisi jalan, lalu lintas, dan perilaku pengemudi lain.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip mengemudi defensif, pengemudi dapat meningkatkan keselamatan mereka dan mengurangi risiko mengalami kecelakaan akibat tindakan ceroboh pengemudi lain. Jadilah pengemudi yang terampil dan waspada untuk menciptakan lingkungan berkendara yang lebih aman bagi semua pengguna jalan.