Di tengah hiruk pikuk Ibu Kota Jakarta, baru-baru ini viral aksi seorang warga negara asing (bule) yang menghadang pemotor yang nekat naik di atas trotoar. Aksi tersebut menuai beragam reaksi di masyarakat, tak terkecuali kalangan pemerhati lalu lintas.
Selain viral di media sosial, aksi konfrontasi tersebut juga mendapat perhatian dari media massa. Berdasarkan pemberitaan yang beredar, sang bule yang bernama Johan kerap mengunggah kejadian serupa di akun Instagram @johanstravel. Dalam beberapa video yang dibagikan, Johan terlihat menindaklanjuti perilaku pengendara motor yang menyerobot hak pejalan kaki di trotoar.
Menanggapi aksi tersebut, Jusri Pulubuhu selaku Instruktur dan Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) menilai perilaku pengendara motor yang naik trotoar sebagai tindakan yang tidak logis, tidak berempati, dan tidak bermoral. Menurutnya, kemacetan dan infrastruktur yang kurang memadai bukanlah alasan yang dapat dibenarkan untuk melanggar aturan lalu lintas.
"Mereka menyalahkan kemacetan dan infrastruktur, padahal supaya tidak macet, kita hanya perlu tertib berlalu lintas dan punya empati. Jalanan bisa lancar dengan tertib, semuanya akan bisa (lancar) asal punya empati saat di jalanan," jelas Jusri.
Secara hukum, hak-hak pejalan kaki telah dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 131 Ayat 1 menyebutkan bahwa pejalan kaki berhak atas trotoar sebagai fasilitas pendukung. Peraturan tersebut juga dikuatkan dalam Pasal 34 Ayat 4 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, yang menegaskan bahwa trotoar hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki.
Bagi pelanggar ketentuan tersebut, telah disiapkan sanksi hukum. Pasal 274 Ayat 2 UU Nomor 22/2009 menyebutkan bahwa pelanggar dapat dikenai pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda maksimal Rp 24.000.000. Selain itu, Pasal 275 Ayat 1 menetapkan sanksi pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250.000 bagi pelanggar yang mengganggu fungsi trotoar.
Pemerintah daerah DKI Jakarta juga telah menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi. Perda tersebut mengatur bahwa pengendara yang memasuki trotoar dapat dikenai sanksi pidana kurungan paling lama satu bulan dan denda maksimal Rp 250.000.
Mencermati beragam perspektif tersebut, dapat disimpulkan bahwa aksi konfrontasi bule yang viral di media sosial merupakan bentuk kepedulian terhadap penegakan hak-hak pejalan kaki. Meskipun tindakan tersebut dapat menimbulkan pro dan kontra, namun tetap perlu diapresiasi sebagai upaya untuk meningkatkan ketertiban berlalu lintas di Jakarta.
Dengan adanya pengawasan dari masyarakat dan ketegasan dari pihak berwenang, diharapkan pelanggaran terhadap hak-hak pejalan kaki dapat diminimalisir. Hal ini tentunya akan berdampak pada peningkatan kenyamanan dan keselamatan pengguna jalan, khususnya pejalan kaki yang memiliki hak utama di atas trotoar.