Kecelakaan maut yang melibatkan truk di Tol Dalam Kota baru-baru ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan dan penertiban kendaraan berat di Indonesia. Praktik truk Over Dimension and Over Loading (ODOL) yang masih merajalela telah menjadi momok keselamatan berlalu lintas dan penyebab utama berbagai kecelakaan.
Meski telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, praktik truk ODOL sulit diberantas karena sanksi yang ringan dan penegakan hukum yang tidak tegas. Hukuman maksimal denda Rp 500.000 dan kurungan dua bulan dinilai tidak memberikan efek jera yang signifikan bagi para pelanggar.
"Sanksi yang ringan dan penegakan hukum yang lemah membuat truk ODOL terus berkeliaran di jalanan," ungkap Djoko Setijowarno, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI).
Dampak dari praktik ODOL sangat besar, mulai dari kerusakan jalan, kemacetan lalu lintas, hingga risiko kecelakaan yang fatal. Truk yang kelebihan muatan dan dimensi berpotensi mengalami kegagalan fungsi rem, terguling, dan menabrak kendaraan lain.
Untuk mengatasi masalah ini, revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 sangat diperlukan. Hukuman denda harus dinaikkan secara signifikan untuk memberikan efek jera. Selain itu, perlu ada peningkatan pengawasan dan penindakan yang lebih tegas di lapangan.
Pemerintah juga perlu memberikan edukasi yang intensif kepada para pengemudi dan operator angkutan barang tentang bahaya truk ODOL. Kampanye kesadaran publik harus gencar dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya keselamatan berkendara.
Menangani masalah truk ODOL membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah, penegak hukum, pengemudi, dan masyarakat luas. Dengan sanksi yang lebih berat, pengawasan yang ketat, dan edukasi yang berkelanjutan, kita dapat menciptakan lingkungan berkendara yang lebih aman dan tertib bagi semua pengguna jalan.