Pemerintah Indonesia melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, memastikan akan menerapkan program pencampuran bahan bakar solar dengan minyak kelapa sawit sebesar 40% atau Biodiesel 40 (B40) pada tahun depan. Kebijakan ini merupakan langkah strategis untuk mengurangi emisi karbon di luar transisi kendaraan listrik.

Menurut Airlangga, penggunaan biodiesel beriringan dengan elektrifikasi kendaraan diharapkan dapat mendorong penggunaan bahan bakar ramah lingkungan di Indonesia. Pemerintah telah secara agresif menerapkan kebijakan biodiesel sejak 2016, dimulai dengan B20, kemudian B30 pada 2020, dan B35 pada 2023.

Program biodiesel telah berkontribusi signifikan dalam menurunkan impor solar dan emisi gas rumah kaca (GRK). Pemanfaatan biodiesel hingga 2023 mencapai 54,52 juta kiloliter dan mampu menurunkan impor solar sebesar Rp 404,3 triliun. Sementara itu, volume biodiesel yang tersalurkan dalam periode 2018-2024 mencapai 63,04 juta kiloliter, sehingga membantu mengurangi emisi GRK sebesar 358 juta ton CO2.

Airlangga menegaskan bahwa persiapan menuju penerapan B40 pada tahun depan berjalan lancar, termasuk produksi minyak sawit mentah (CPO) yang menjadi bahan baku biodiesel. Indonesia telah menerapkan B35 sejak tahun lalu, sehingga infrastruktur dan produksi CPO sudah siap untuk mendukung implementasi B40.

Langkah pemerintah dalam mengimplementasikan program biodiesel B40 merupakan wujud komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon dan transisi menuju energi bersih. Biodiesel dari minyak kelapa sawit menjadi pilihan strategis karena Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia.

Dengan penerapan B40, Indonesia diharapkan dapat semakin mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, meningkatkan ketahanan energi, dan berkontribusi pada upaya global dalam mitigasi perubahan iklim.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini