Oleh: [Nama Anda]

Pendahuluan

Bioetanol, bahan bakar yang bersumber dari tanaman, banyak digembar-gemborkan sebagai alternatif ramah lingkungan untuk bahan bakar fosil. Namun, di Indonesia, penggunaan bioetanol masih menghadapi sejumlah tantangan.

Ketergantungan Impor Bahan Baku

Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), bioetanol kurang cocok untuk diterapkan di Indonesia karena bahan bakunya, seperti jagung dan tebu, masih banyak diimpor dari luar negeri. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan kenaikan beban impor jika bioetanol digunakan secara luas.

Data Kementerian Pertanian menunjukkan, Indonesia mengimpor 5,8 juta ton gula dan 450 ribu ton jagung pada periode 2022-2023. Berdasarkan data tersebut, para pemangku kepentingan berpendapat bahwa penggunaan bioetanol akan membebani neraca perdagangan Indonesia dan menghambat upaya swasembada pangan.

Karbon Dioksida yang Masih Ada

Selain ketergantungan impor bahan baku, Kemenko Marves juga menyoroti bahwa bioetanol, meskipun tidak mengandung sulfur, masih menghasilkan karbon dioksida (CO2). Oleh karena itu, bahan bakar ini tidak sepenuhnya ramah lingkungan seperti yang diklaim.

Produksi Terbatas

Pakar Proses Konversi Biomassa ITB, Ronny Purwadi, mengungkapkan bahwa produksi bioetanol di Indonesia masih sangat terbatas, hanya sekitar 34.500 kiloliter per tahun. Jumlah ini jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan pasar bensin nasional yang mencapai 29 juta kiloliter per tahun.

Upaya Pertamina

Meskipun terdapat tantangan tersebut, PT Pertamina (Persero) sebagai perusahaan BUMN energi terus berupaya mengembangkan teknologi produksi bioetanol. Belum lama ini, Pertamina berhasil memproduksi 150 liter bioetanol dari batang tanaman sorgum.

Upaya ini merupakan langkah maju dalam pengembangan sumber energi baru dan terbarukan di Indonesia. Sorgum tidak bersaing dengan bahan pangan, sehingga dapat menjadi alternatif bahan baku bioetanol yang lebih berkelanjutan.

Prospek Masa Depan

Penggunaan bioetanol di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan, mulai dari ketergantungan impor bahan baku hingga produksi yang terbatas. Namun, upaya perusahaan seperti Pertamina untuk mengembangkan teknologi produksi dari bahan baku alternatif dapat membuka jalan bagi pemanfaatan bioetanol secara lebih luas di masa depan.

Penelitian dan pengembangan yang berkelanjutan, serta dukungan dari pemerintah dan sektor swasta, sangat penting untuk mewujudkan potensi bioetanol sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan dan berkelanjutan di Indonesia.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini