Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menekankan perlunya memberikan insentif bagi produsen mobil hybrid electric vehicle (HEV) di Indonesia. Alasannya adalah untuk mencegah pabrikan mobil hybrid yang sudah berproduksi di Tanah Air beralih ke negara lain, terutama di wilayah Asean .

Saat ini, ada tiga pabrikan yang telah memproduksi mobil hybrid di Indonesia, yaitu Toyota, Suzuki, dan Wuling. Namun, faktanya insentif untuk mobil hybrid di Indonesia masih kalah kompetitif dibandingkan dengan Thailand. Harga mobil hybrid di Thailand lebih murah daripada di Indonesia. Sebagai contoh, model Toyota Yaris Cross Hybrid dijual mulai dari 789 ribu Baht (setara Rp 352 jutaan) di Thailand, sedangkan di Indonesia harganya mencapai Rp 440 juta. Selisih hampir Rp 100 juta tersebut menjadi perhatian agar pabrikan tidak beralih ke negara tetangga yang memberikan insentif lebih menarik.

Pungutan pajak mobil ramah lingkungan juga lebih rendah di Thailand dibandingkan di Indonesia. Di Indonesia, bea balik nama kendaraan (BBNKB) yang menjadi sumber pendapatan daerah bisa mencapai 12,5 persen, sementara di Thailand tidak ada pungutan serupa. Menurut peneliti Senior LPEM FEB UI, Riyanto, untuk bersaing dengan Thailand, Indonesia perlu mengorbankan sebagian dari sisi penurunan harga agar lebih kompetitif.

Pemerintah telah memberikan insentif bagi produsen mobil listrik berbasis battery electric, seperti pembebasan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Namun, mobil hybrid masih dikenakan PPnBM sebesar 15 persen dari dasar pengenaan pajak, yang bervariasi tergantung kapasitas mesin, konsumsi BBM, dan emisi yang dikeluarkan. Prinsipnya, semakin irit dan ramah lingkungan, semakin rendah PPnBM yang dikenakan.

Dengan memberikan insentif yang tepat, diharapkan industri mobil hybrid di Indonesia dapat terus berkembang dan tidak kehilangan produsen yang sudah berinvestasi di dalam negeri.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini