Pemerintah Indonesia telah menerbitkan aturan insentif baru untuk mobil listrik, termasuk yang diimpor (completely built up/CBU) dan yang dirakit lokal (completely knock down/CKD). Sebelumnya, insentif hanya diberikan pada mobil listrik yang diproduksi dalam negeri dengan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) minimal 40 persen. Namun, sekarang mobil listrik berstatus CBU dan CKD juga bisa mendapatkan keringanan.
Aturan ini memberikan pembebasan pajak bagi mobil listrik CBU dan CKD. Kedua jenis mobil ini bebas dari tarif bea masuk dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM). Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9 Tahun 2024 tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah Atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024.
Mobil listrik CBU dan CKD yang memenuhi syarat akan memiliki PPnBM yang ditanggung pemerintah sebesar 100 persen. Kebijakan ini terlihat menguntungkan bagi pabrikan China sekelas BYD. BYD telah mendatangkan mobil secara CBU dan berkomitmen mendirikan pabrik di kawasan Subang. Dengan investasi hingga 1 miliar USD (setara dengan Rp 16,2 triliun), BYD menawarkan mobil berstatus CBU dengan harga lebih terjangkau dibandingkan mobil listrik Hyundai yang diproduksi di pabrik kawasan Cikarang.
Namun, Hyundai tidak ingin terlibat dalam perang harga dengan pabrikan China. Menurut Head of Marketing Department Hyundai Motor Asia-Pacific, Sangwook Lee, fokus Hyundai adalah pada ekosistem kendaraan listrik, termasuk stasiun pengisian dan layanan lainnya. Hyundai berharap kendaraan listrik dapat memberikan pengalaman positif bagi konsumen.
Meskipun demikian, Hyundai tetap berkomitmen untuk membangun ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Kebijakan insentif ini menjadi angin segar bagi pabrikan yang ingin masuk ke pasar Tanah Air dan berinvestasi di sektor mobil listrik.