Pada musim mudik lebaran tahun ini, Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri telah memberlakukan rekayasa lalu lintas berupa one way, contraflow, dan ganjil genap untuk mengatur arus mudik dan balik. Namun, dari ketiga rekayasa tersebut, contraflow menjadi sorotan utama karena dianggap sebagai ‘koridor neraka’.
Menurut Jusri Pulubuhu, praktisi keselamatan berkendara dan pendiri Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), contraflow memiliki risiko kecelakaan yang sangat tinggi. Baru-baru ini, sebuah kecelakaan maut terjadi di Tol Jakarta-Cikampek Km 58 akibat contraflow, di mana sebuah mobil Gran Max keluar dari jalur dan ditabrak oleh bus serta mobil lain dari arah berlawanan, mengakibatkan 12 orang meninggal dunia.
Contraflow memaksa pengemudi untuk berdampingan dengan kendaraan dari arah berlawanan, yang secara psikologis sangat menekan bagi pengemudi. Selain itu, pengendara yang berada di jalur berlawanan menjadi prioritas kedua selama musim mudik, yang menyebabkan mereka terbuang ke luar tol dan mengalami kemacetan akibat contraflow.
Kondisi ini menyebabkan pengendara menjadi sangat letih dan stres, meningkatkan potensi kesalahan saat mengemudi. Jusri Pulubuhu menggambarkan situasi ini sebagai koridor neraka karena sedikit saja kelengahan dapat menyebabkan kecelakaan fatal.
Penerapan rekayasa lalu lintas seperti contraflow memang bertujuan untuk mengurai kemacetan selama musim mudik. Namun, tanpa disadari, hal ini juga meningkatkan risiko kecelakaan yang dapat merenggut banyak nyawa. Oleh karena itu, penting bagi para pengemudi untuk tetap waspada dan mengutamakan keselamatan saat berkendara di jalur contraflow.