Jakarta – Kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan Amerika Serikat terhadap Indonesia sebesar 32 persen, berpotensi menimbulkan gelombang baru tantangan bagi industri kendaraan listrik dalam negeri. Kekhawatiran ini muncul di tengah upaya pemerintah mendorong adopsi kendaraan ramah lingkungan dan pengembangan ekosistem industri lokal.

Meskipun Indonesia belum menjadi pemain utama dalam ekspor motor listrik ke AS, dampak domino dari kebijakan ini diperkirakan akan signifikan. Inflasi dan penurunan daya beli masyarakat menjadi momok yang paling diwaspadai. Kenaikan harga komponen impor akibat tarif, bisa berimbas pada harga jual motor listrik, sehingga memberatkan konsumen.

Tak hanya itu, negara-negara lain yang terkena dampak serupa, khususnya raksasa manufaktur seperti China, diprediksi akan mengalihkan fokus pasar mereka ke Indonesia. Potensi banjir produk impor dengan harga yang lebih kompetitif mengancam eksistensi produsen motor listrik lokal yang tengah berjuang mengembangkan bisnisnya.

"Indonesia dengan populasi besar dan potensi pasar yang menjanjikan, tentu menjadi incaran negara-negara yang terkena tarif oleh AS," ujar seorang analis ekonomi yang enggan disebutkan namanya, Jumat (12/05/2024). "Tanpa langkah antisipasi yang tepat, industri motor listrik lokal bisa tergerus."

Untuk itu, penguatan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) menjadi krusial. Pemerintah perlu memastikan implementasi TKDN berjalan efektif dan melindungi produk-produk buatan anak bangsa dari serbuan impor. Pengawasan ketat terhadap industri juga diperlukan untuk mencegah praktik-praktik yang merugikan, seperti manipulasi TKDN atau impor komponen ilegal.

"TKDN bukan sekadar angka, tapi wujud komitmen pemerintah untuk memberdayakan industri lokal," lanjut analis tersebut. "Pemerintah harus lebih proaktif dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi produsen lokal, mulai dari kemudahan perizinan hingga insentif fiskal."

Indonesia sendiri berada di urutan ke-8 dalam daftar negara yang terkena imbas kebijakan tarif AS. Negara-negara ASEAN lain seperti Malaysia, Kamboja, Vietnam, dan Thailand juga merasakan dampak serupa dengan besaran tarif yang bervariasi.

Situasi ini menuntut respon cepat dan terkoordinasi dari pemerintah dan pelaku industri. Langkah-langkah mitigasi risiko perlu segera diambil untuk memastikan industri motor listrik lokal tetap kompetitif dan mampu menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia di masa depan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini