Kebijakan tarif impor yang diterapkan mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menjadi sorotan. Kebijakan yang kerap disebut ‘perang dagang’ ini berpotensi mengguncang industri otomotif, terutama di Amerika Serikat.
Trump mengenakan tarif sebesar 25% untuk semua kendaraan yang tidak dirakit di Negeri Paman Sam. Angka ini cukup signifikan, mengingat hampir separuh (46%) dari sekitar 16 juta mobil yang terjual di AS adalah hasil impor. Tak hanya itu, suku cadang seperti mesin dan transmisi pun tak luput dari incaran tarif.
Analis dari Bernstein, Daniel Roeska, memperingatkan bahwa jika tarif ini berlangsung lebih dari sebulan, dampaknya akan sangat terasa bagi para produsen mobil. Laba bersih mereka terancam tergerus signifikan.
Siapa yang Paling Terdampak?
Beberapa merek otomotif seperti Volvo, Mazda, Volkswagen, dan Hyundai (termasuk Genesis dan Kia) dinilai paling rentan. Lebih dari 60% penjualan mereka di AS berasal dari mobil impor. Sebaliknya, merek-merek yang banyak memproduksi mobil di AS seperti Ford, General Motors, Toyota, Honda, dan Stellantis (induk perusahaan Chrysler) relatif lebih aman. Kelima pabrikan ini menguasai 67% produksi kendaraan ringan di AS pada tahun 2024.
Namun, perlu dicatat, bahkan mobil yang dirakit di AS pun tak sepenuhnya lolos dari dampak tarif. Bernstein memperkirakan, rata-rata 57% nilai konten dalam mobil rakitan AS masih berasal dari impor. Ini berarti, perusahaan seperti Ford pun tetap akan merasakan imbasnya.
Dampak ke Konsumen dan Ekonomi AS
Laporan dari S&P Global Mobility menyebutkan, kenaikan tarif impor kendaraan otomatis akan mendongkrak biaya produksi mobil di AS. Ujung-ujungnya, konsumen yang akan menanggung kenaikan harga.
S&P memperkirakan, penjualan mobil di AS bisa merosot ke angka 14,5 – 15 juta unit per tahun jika tarif ini terus berlanjut. Padahal, pada tahun 2024, penjualan masih mampu menembus 16 juta unit. Bank of America bahkan memprediksi harga mobil baru, yang saat ini rata-rata sekitar $48.000 (sekitar Rp 768 juta), bisa melonjak $10.000 (sekitar Rp 160 juta) jika produsen membebankan seluruh tarif kepada konsumen.
Bagaimana dengan Indonesia?
Kabar baiknya, berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Indonesia saat ini tidak mengekspor mobil secara utuh (CBU) ke Amerika Serikat. Dengan demikian, industri otomotif nasional relatif aman dari dampak langsung kebijakan tarif Trump. Namun, potensi dampak tidak langsung, seperti perubahan rantai pasok global, tetap perlu diwaspadai.