Jakarta – Sejumlah pengemudi ojek online (ojol) yang tergabung dalam berbagai asosiasi melayangkan protes terkait besaran Bonus Hari Raya (BHR) yang diberikan oleh Grab Indonesia. Mereka menilai, nominal yang diterima tidak sepadan dengan masa kerja dan kontribusi mereka. Grab Indonesia sendiri membela diri dengan menyatakan bahwa BHR tersebut telah sesuai dengan skema perhitungan yang berlaku dan didasarkan pada kinerja serta kemampuan finansial perusahaan.

Polemik ini bermula dari keluhan para pengemudi yang merasa kecewa dengan besaran BHR yang mereka terima. Menurut Raden Igun Wicaksono, Ketua Umum asosiasi ojol Garda Indonesia, banyak pengemudi yang telah bekerja selama lebih dari 5 tahun di satu platform aplikasi, namun hanya menerima BHR sebesar Rp 50 ribu. Hal ini memicu protes keras dan kecaman terhadap aplikator yang dinilai melakukan tindakan "akal-akalan."

Menanggapi keluhan tersebut, Grab Indonesia melalui Chief of Public Affairs Tirza Munusamy menjelaskan bahwa BHR bukanlah tunjangan hari raya (THR) yang merupakan hak pekerja. Melainkan, BHR adalah bentuk apresiasi tambahan yang diberikan perusahaan kepada mitra pengemudi atas keaktifan mereka.

"BHR diberikan atas dasar keaktifan kerja mitra pengemudi. Penyaluran BHR dilakukan berdasarkan mekanisme yang telah ditetapkan Grab dengan mempertimbangkan berbagai faktor. Selain tingkat keaktifan, juga sangat bergantung pada kemampuan finansial perusahaan," terang Tirza.

Tirza juga menjelaskan bahwa mitra penerima BHR dibagi menjadi empat kategori, yaitu Jawara, Ksatria, Pejuang, dan Anggota. Semakin tinggi kategori kinerja seorang mitra, semakin besar pula BHR yang akan diterima. Mitra Jawara Teladan, sebagai kategori tertinggi, berhak mendapatkan BHR sebesar Rp 1,6 juta untuk mitra roda empat dan Rp 850 ribu untuk mitra roda dua.

Meskipun memahami berbagai pandangan yang muncul di masyarakat, Grab Indonesia menekankan bahwa pemberian bonus tetap harus mempertimbangkan kemampuan finansial perusahaan. Hal ini menjadi landasan utama dalam menentukan besaran BHR yang diberikan kepada mitra pengemudi.

Persoalan ini memunculkan pertanyaan mendasar mengenai kesejahteraan para pengemudi ojol dan perlunya regulasi yang lebih jelas terkait hak-hak mereka. Di tengah persaingan yang ketat di industri transportasi online, nasib para pengemudi ojol menjadi perhatian publik dan membutuhkan solusi yang adil bagi semua pihak. Diskusi lebih lanjut antara aplikator, pengemudi, dan pemerintah diharapkan dapat menghasilkan kebijakan yang lebih berpihak pada kesejahteraan para pekerja di sektor ini.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini