Jakarta – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat membuat jantung berdebar setelah menyentuh level terendah di 6.011,8 pada Selasa (18/3). Bahkan, Bursa Efek Indonesia (BEI) sempat melakukan trading halt untuk menenangkan pasar. Namun, angin segar berhembus, IHSG kembali menguat ke posisi 6.375,51 pada Kamis (20/3), didorong oleh respons positif pasar terhadap kebijakan suku bunga Bank Indonesia (BI) dan The Fed.
Lantas, bagaimana imbas fluktuasi pasar modal ini terhadap industri otomotif nasional?
Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Bob Azam, mengungkapkan harapannya agar gejolak pasar ini segera mereda dan investor kembali percaya pada potensi Indonesia. "Indonesia itu pasar yang besar, demografi muda, dan punya potensi sumber daya alam luar biasa. Tidak ada alasan untuk pesimis," ujarnya di sela acara di Jakarta, Selasa (18/3/2025).
Namun, lebih dari sekadar stabilitas pasar modal, Bob menekankan pentingnya peran pemerintah dalam mendorong pertumbuhan industri otomotif, terutama melalui insentif bagi konsumen. "Pasar domestik harus jadi prime mover. Kami sudah beberapa kali meminta pemerintah untuk memberikan insentif kepada konsumen," tegasnya.
Insentif: Lebih dari Sekadar ‘Hadiah’, Investasi Jangka Panjang?
Pernyataan Bob Azam ini menarik perhatian. Insentif, seringkali dianggap sebagai ‘hadiah’ atau keringanan sesaat, ternyata dipandang sebagai strategi investasi jangka panjang yang dapat memicu pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.
Bob mencontohkan pengalaman saat pandemi Covid-19, di mana relaksasi pajak justru meningkatkan pendapatan negara. "Peningkatan pajak tidak selalu berarti peningkatan revenue. Bisa jadi sebaliknya," jelasnya. Negara-negara lain pun, seperti kota Nagoya di Jepang, telah membuktikan bahwa insentif dapat meningkatkan revenue dalam jangka waktu 3 tahun, bahkan di tengah penurunan konsumsi.
Lebih Dalam: Strategi Insentif yang Tepat Sasaran
Pertanyaannya kemudian, insentif seperti apa yang paling efektif untuk mendongkrak penjualan otomotif? Beberapa opsi yang mungkin dipertimbangkan antara lain:
- Relaksasi Pajak: Pemotongan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) atau Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dapat menurunkan harga kendaraan, sehingga lebih terjangkau bagi konsumen.
- Subsidi Kredit: Pemberian subsidi bunga kredit kendaraan dapat meringankan beban cicilan konsumen.
- Program Tukar Tambah: Pemerintah dapat memberikan insentif bagi konsumen yang menukarkan kendaraan lama mereka dengan kendaraan baru yang lebih ramah lingkungan.
Namun, efektivitas insentif sangat bergantung pada target sasaran dan mekanisme pelaksanaannya. Pemerintah perlu melakukan kajian mendalam untuk menentukan jenis insentif yang paling sesuai dengan kondisi pasar dan kebutuhan konsumen.
Tantangan Fiskal dan Optimisme yang Terjaga
Di sisi lain, pemerintah juga menghadapi tantangan fiskal yang terbatas. "Dari sisi pemerintah, mereka bilang sedang berada dalam fiskal terbatas," ungkap Bob. Inilah yang menjadi dilema. Di satu sisi, insentif dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, pemerintah harus menjaga stabilitas keuangan negara.
Meski demikian, Bob tetap optimis dengan prospek industri otomotif Indonesia. Dengan pasar domestik yang besar, demografi yang mendukung, dan potensi sumber daya alam yang melimpah, Indonesia memiliki semua modal untuk menjadi pemain utama di industri otomotif global. Kuncinya adalah sinergi antara pemerintah, pelaku industri, dan seluruh stakeholder untuk mewujudkan potensi tersebut.
Apakah insentif menjadi solusi mujarab untuk mendongkrak penjualan otomotif di tengah ketidakpastian ekonomi global? Waktu yang akan menjawab. Yang jelas, harapan dan optimisme terus membara di kalangan pelaku industri otomotif Indonesia.