Jakarta – Fenomena pengemudi, khususnya perempuan, yang seringkali salah memberikan isyarat lampu sein saat berkendara di jalan raya masih menjadi perbincangan hangat. Tak jarang, kita melihat pengendara yang berniat belok kiri namun justru menyalakan lampu sein kanan, atau sebaliknya. Hal ini memicu stereotip negatif yang mengatakan bahwa perempuan kurang cakap dalam mengemudi.

Lantas, apa sebenarnya yang menyebabkan hal ini terjadi? Benarkah perempuan secara alami lebih buruk dalam mengemudi?

Pengamat keselamatan berkendara, Arya Wiratman, menjelaskan bahwa akar permasalahan ini bukanlah terletak pada gender, melainkan pada kurangnya edukasi dan pelatihan mengemudi yang komprehensif.

"Tidak bisa kita pukul rata bahwa semua perempuan buruk dalam mengemudi. Masalahnya adalah banyak pengemudi, baik laki-laki maupun perempuan, yang mendapatkan Surat Izin Mengemudi (SIM) tanpa benar-benar memahami teknik-teknik dasar berkendara yang aman," ujar Arya saat dihubungi, Senin (10/3/2025).

Arya menambahkan, proses ujian SIM seringkali hanya berfokus pada kemampuan dasar seperti menjalankan kendaraan dan parkir, tanpa menekankan pentingnya pemahaman rambu lalu lintas, teknik bermanuver yang benar, dan antisipasi terhadap potensi bahaya di jalan.

"Misalnya, saat akan berpindah jalur, pengemudi harus memahami blind spot, memberikan isyarat lampu sein minimal tiga detik sebelum melakukan manuver, mengecek kondisi lalu lintas melalui spion, dan memastikan tidak ada kendaraan lain yang berada terlalu dekat. Ini semua adalah teknik yang harus dipelajari dan dilatih," jelasnya.

Selain itu, faktor psikologis juga dapat memengaruhi perilaku berkendara. Tekanan dari pengemudi lain, kurangnya rasa percaya diri, atau panik saat menghadapi situasi yang tidak terduga dapat menyebabkan pengemudi membuat kesalahan, termasuk salah memberikan isyarat lampu sein.

"Lingkungan berkendara yang agresif juga tidak membantu. Ketika pengemudi merasa tertekan atau terburu-buru, mereka cenderung kurang fokus dan lebih rentan melakukan kesalahan," lanjut Arya.

Oleh karena itu, Arya menekankan pentingnya peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan mengemudi. Kurikulum pelatihan harus diperbarui untuk mencakup teknik-teknik berkendara yang aman dan defensif, serta memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang peraturan lalu lintas dan etika berkendara.

"Ujian SIM juga harus lebih ketat dan komprehensif, tidak hanya menguji kemampuan dasar, tetapi juga menguji pemahaman pengemudi tentang keselamatan berkendara. Dengan begitu, kita dapat mengurangi angka kecelakaan dan meningkatkan keselamatan di jalan raya," pungkasnya.

Dengan edukasi yang memadai dan lingkungan berkendara yang lebih suportif, diharapkan stigma negatif terhadap pengemudi perempuan dapat dihilangkan, dan semua pengemudi, tanpa memandang gender, dapat berkendara dengan aman dan bertanggung jawab.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini